tirto.id - Pengawet selama ini memang menjadi bahan penting dalam industri makanan. Sejak manusia perlu menyimpan makanan untuk persediaan, pengawet digunakan supaya makanan bisa berumur lebih lama.
Selain pengeringan dan garam, ada juga cara-cara lain seperti pendinginan, juga fermentasi. Di Indonesia, kita mengenal tape, entah dari singkong maupun ketan, cara lain supaya makanan bisa awet adalah dibuat selai.
Tirto pernah menurunkan artikel mengenai bahaya dan tidaknya memakai bahan pengawet pada makanan.
Teknologi kini memungkinkan manusia mengawetkan makanan yang telah dimasak, sehingga tak perlu menggunakan zat-zat pengawet tertentu.
Guru Besar Departemen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Purwiyatno Hariyadi mengatakan makanan diolah dengan pemanasan tinggi dan dikemas secara tepat.
"Pangan tanpa pengawet, bisa. Pada pangan diberikan tekanan ekstra, supaya titik didihnya meningkat, menggunakan alat pemasak bertekanan dan waktu pemanasan yang tepat," ujar dia dalam peluncuran varian baru Indomie Real Meat di Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Suhu yang dibutuhkan dalam pemanasan berkisar antara 120-121 derajat Celcius. Setelah dipanaskan, barulah pangan dikemas dalam kemasan kedap udara dan disimpan dalam suhu ruangan yakni 20 derajat Celcius (maksimal sekitar 40 derajat Celcius).
Purwiyatno mengatakan teknologi yang dikenal sebagai retort ini memiliki prinsip utama membunuh mikroorganisme -baik mikroorganisme pembusuk maupun penyebab penyakit- sehingga diperoleh produk pangan yang aman sekaligus awet.
Di samping itu, teknologi retort memungkinkan terjaganya mutu citarasa dan nilai gizi produk pangan. Tentu selama, tak ada kerusakan dalam kemasannya.
"Kemasan harus tertutup secara kedap, agar sterilitas tercapai. Pangan aman dikonsumsi selama tidak terjadi kerusakan pada kemasannya," tutur Purwiyatno.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri