Menuju konten utama

Bahaya Tak Bahaya Pengawet Makanan Buatan

Di Amerika Serikat, McDonald's menyingkirkan pengawet buatan dari beberapa produknya. Banyak studi memang menyatakan beberapa pengawet makanan berbahaya. Tapi seberapa bahaya?

Bahaya Tak Bahaya Pengawet Makanan Buatan
Petugas Dinas Ketahanan Pangan Jawa Timur menguji sampel beberapa makanan dari pedagang di dalam mobil laboratorium keliling. ANTARA FOTO/Umarul Faruq

tirto.id - McDonald's belum lama ini melakukan pembaruan atas produk makanannya. Situs resmi perusahaan makanan cepat saji ini mengumumkan mengenyahkan pengawet buatan dari nugget ayam dan beberapa menu sarapan. Roti bun yang digunakan untuk burger juga akan dinetralkan dari sirup jagung berfruktosa tinggi.

Perubahan ini, menurut situs itu, “melengkapi komitmen untuk menyajikan ayam tanpa antibiotik yang penting bagi pengobatan manusia.” Meski demikian, mereka menambahkan keterangan bahwa ayam-ayam itu tetap memakai antibiotik khusus untuk ayam demi menjaga unggas-unggas itu tetap sehat.

Belakangan ini, kepedulian terhadap bahan makanan olahan memang meningkat. McD adalah salah satu penyedia makanan cepat saji yang kerap menjadi sorotan. Ingat video berjudul “The Decomposition Of McDonald's Burgers And Fries"? Video yang dibuat 6 tahun lalu oleh akun DebunkerSam dan ditonton lebih dari 5 juta kali ini memperlihatkan bagaimana burger McD bertahan sampai 2 minggu tanpa jamur, di saat burger-burger dari restoran lain sudah dipenuhi jamur.

Yang lebih parah adalah kentang goreng. Setelah 8 minggu, bahkan minggu ke-10, kentang goreng hampir masih bertahan dalam bentuknya semula dan tak berjamur. Sebabnya tak lain adalah penggunaan bahan pengawet.

Pengawet Alami Hingga Buatan

Pengawet selama ini memang menjadi bahan penting dalam industri makanan. Sejak manusia perlu menyimpan makanan untuk persediaan, pengawet digunakan supaya makanan bisa berumur lebih lama. Tak usah jauh-jauh. Ikan asin sebagai contoh. Ikan segar dikeringkan dan digarami supaya bisa disimpan dan dimakan berbulan-bulan kemudian.

Selain pengeringan dan garam, ada juga cara-cara lain seperti pendinginan, juga fermentasi. Di Indonesia, kita mengenal tape, entah dari singkong maupun ketan. Cara lain supaya makanan bisa awet adalah dibuat selai.

Untuk susu dan minuman lain, ada cara lain lagi. Anda yang suka minum susu kemasan pasti tahu metode UHT: ultra high temperatur. Supaya kuman mati tanpa merusak kandungan baik susu, ia dipanaskan selama 1-2 detik pada suhu di atas 135°C. Setelah proses itu, susu harus dimasukkan ke dalam wadah steril, supaya bisa bertahan sampai 6-9 bulan.

Tapi, pengawet yang umum digunakan untuk makanan-makanan olahan seperti pada makanan di restoran cepat saji, sosis, nugget, ham, adalah pengawet makanan buatan. Juga pada kudapan-kudapan dan banyak minuman.

Pengawet buatan terdiri dari tiga jenis kategori. Pertama: antimikroba yang menghambat pertumbuhan bakteri, ragi atau jamur. Kedua: antioksidan yang menghambat udara mengoksidasi lemak dan lipid, yang mencegah makanan menjadi tengik. Ketiga: adalah tipe pengawet yang menghalangi pematangan alami dan proses enzimatik yang terus terjadi pada bahan makanan setelah dipanen.

Ada pengawet yang bisa berfungsi untuk ketiganya, yakni sulfur dioksida. Biasanya, pengawet sulfit dipakai untuk menambahkan masa simpan juice buah-buahan. Tapi banyak juga makanan lain yang memakai pengawet ini. Bagi kebanyakan orang, pengawet jenis ini aman, meski bagi segelintir lain, ia menyebabkan alergi.

Menurut Haassan Gourama, ahli ilmu makanan, sulfit mencegah pertumbuhan mikroba, tapi juga ia juga mencegah buah membusuk. Kismis yang awet namun warnanya menggelap dan agak berubah rasanya, adalah salah satu hasil kerja sulfit ini.

Antimikroba lain adalah senyawa-senyawa benzoat—yang secara alamiah ada dalam buah kranberi—dan senyawa-senyawa sorbat. Tapi senyawa-senyawa ini hanya bekerja dengan baik pada pH rendah atau asam. Padahal, kebanyakan bakteri tumbuh pada pH tinggi. Jadi ia biasanya digunakan untuk antijamur saja. Banyak minuman, selai, acar, salad, keju, daging, serta margarin, mengandung benzoat atau sorbat.

Bagaimana dengan daging? Coba perhatikan daging yang baru dikerat. Sesaat setelah dikerat, warnanya masih merah muda. Rebuslah. Tak berapa lama, warnanya menjadi coklat, bukan? Tapi, senyawa nitrat dan nitrit bisa membuat daging selalu terlihat segar berwarna merah muda.

Pada daging kemasan, nitrat digunakan untuk melawan pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum. Nitrat berubah menjadi nitrit, yang kemudian bereaksi dengan protein myoglobin membentuk nitrit oksida myoglobin. Saat dimasak, ia berubah menjadi nitrosohemokrom, alias pigmen pink. Tanpa nitrat dan nitrit, daging menjadi coklat.

Masalahnya, nitrit juga bereaksi dengan asam amino membentuk nitrosamin. Resultan inilah yang punya sifat karsinogen alias agen penyebab kanker, kata Profesor Gourama, seperti dikutip Louisa Dalton dalam Chemical and Engineering News, 2002.

Di luar antimikroba, ada juga antioksidan, seperti butil hidroksi toluena (BHT), butil hidroksi anisol (BHA), tert-butilhidroquinon (TBHQ), dan propil galat, yang menghentikan pembusukan karena oksigen, yang biasa disebut sebagai proses oksidasi.

Kelompok pengawet ketiga adalah pengawet yang membidik enzim-enzim dalam makanan yang terus bermetabolasi setelah dipanen. Enzim fenolase, misalnya, membuat apel berwarna coklat setelah ia dipotong. Senyawa asam seperti asam sitrat dan asam asorbat (vitamin C) mencegah timbulnya enzim fenolase dengan mengkondisikan pH menjadi rendah.

Apakah pengawet-pengawet ini berbahaya?

Seperti disebut sebelumnya, pengawet dari nitrat dan nitrit yang biasanya dipakai untuk mengawetkan daging bisa menghasilkan zat karsinogen, yang mempertinggi risiko kanker. Batasan dari Food and Drugs Administration (FDA) di AS bagi nitrit dan nitrat masing-masing adalah 200 dan 500 ppm.

Adapun BHA, BHT, dan TBHQ, dalam beberapa studi disebut menyebabkan kanker pada binatang dan harus diwaspadai efeknya pada manusia. BHA juga disebut meningkatkan hiperaktivitas pada anak-anak. Sedangkan TBHQ, kerap disebut menyebabkan mual-mual. Jumlah yang diizinkan FDA sangat kecil, hanya 0,02 persen saja dari keseluruhan berat minyak.

Nah, nitrat dan nitrit pada daging, serta TBHQ pada minyak yang digunakan untuk menggorenglah, yang menurut artikel pada Popular Science popsci.com tadinya digunakan dalam McNuggets dan sekarang disingkirkan.

Publik yang terus menyorot makanan yang dijual waralaba cepat saji ini tentunya harus diperhatikan. Jika tidak, makin banyak orangtua tak rela anak-anaknya memakan makanan yang di sana-sini dibubuhi pengawet. Ancaman itu pertama-tama bukanlah soal etis bagi McDonalds, melainkan perkara keberlangsungan bisnis.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Maulida Sri Handayani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Maulida Sri Handayani
Penulis: Maulida Sri Handayani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti