tirto.id - Artidjo Alkostar menanggapi munculnya spekulasi mengenai meningkatnya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) usai dirinya pensiun dari Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) pada Selasa kemarin (22/5/2018).
Artidjo mengaku tak ambil pusing soal itu karena usai pensiun ini ia akan pulang kampung dan fokus beternak kambing.
"Itu urusan Mahkamah Agung. Saya sudah tidak ada hubungannya lagi dengan itu. Saya sudah akan bergaul dengan kambing," kata Artidjo di Gedug Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Selain beternak kambing, kegiatan lain Artidjo adalah memberikan ceramah di pesantren Madura, Jawa Timur. Ia juga memutuskan untuk tidak terjun lagi sebagai advokat atau hakim.
"Tentu saya tidak lagi sebagai hakim dan saya tidak akan kembali ke habitat saya sebagai advokat. Tidak mungkin. Jadi saya akan kembali menjadi orang desa seperti saya katakan tadi," kata Artidjo.
Pria yang menjadi Ketua Majelis perkara Peninjauan Kembali kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu mengaku akan tinggal di tiga tempat usai pensiun sebagai hakim agung.
Pertama, ia akan tinggal di Situbondo, tempat ia dilahirkan. Kedua, ia akan tinggal di Yogyakarta sebagai dosen di Universitas Islam Indonesia (UII). Ketiga, Artidjo akan memilih tinggal di Sumenep, Jawa Timur mengurusi warung kopinya.
"Ketiga saya sudah punya kafe, Madurama cafe di Sumenep, karena orang tua saya di Sumenep, saya sering membela di situ, jadi saya akan tinggal di tiga tempat itu," kata Artidjo.
Hakim Artidjo resmi pensiun pada Selasa (22/5/2018) karena memasuki umur 70 tahun. Pria ini terkenal karena vonisnya menangani sejumlah perkara korupsi besar Indonesia.
Beberapa orang yang menjadi "korban" Artidjo adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, terpidana korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto, hingga korupsi Anggodo Widjojo, dan Gayus Tambunan.
Saat ini, Artidjo sudah tidak memegang perkara. Namun, hakim agung tersebut masih aktif sebagai hakim hingga 1 Juni 2018 dengan jabatan aktif sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto