tirto.id - Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri atas pemberlakuan kebijakan bea masuk impor (BMI) atau tarif impor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) sebesar 32 persen.
Ketua Umum APPI, Yohanes P. Widjaja, meminta pemerintah untuk seegara melakukan langkah konkret dalam menghadapi kebijakan tersebut, termasuk bernegosiasi dengan pemerintah AS atas pemberlakuan tarif impor produk kelistrikan.
“APPI meminta pemerintah untuk segera bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait tarif impor produk kelistrikan. Penerapan tarif impor produk kelistrikan oleh Amerika Serikat beberapa hari lalu akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor bagi produk kelistrikan dari Indonesia,” kata Yohanes, dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (8/4/2025).
Dia menjelaskan perlindungan ini dibutuhkan terutama dari produk-produk impor yang berasal dari negara-negara yang terdampak oleh kebijakan BMI AS. Menurutnya, pasar domestik Indonesia yang besar dengan daya beli tinggi, kini menjadi pasar sekunder yang rentan terhadap serbuan produk-produk itu.
“Pasar domestik Indonesia, merupakan secondary market, size besar dan dengan daya beli tinggi. Oleh karena itu, perlu bagi industri atau asosiasi industri meminta perlindungan dari Pemerintah atas pemberlakuan kebijakan BMI AS tersebut,” jelasnya.
Yohanes menyatakan pemberlakuan kebijakan itu dikhawatirkan dapat berdampak buruk terhadap potensi ekspor produk kelistrikan Indonesia ke pasar global, terutama AS yang dalam beberapa tahun terakhir negara tersebut menjadi tujuan ekspor penting untuk sektor kelistrikan. Seperti Transformator Tenaga, Transformator Distribusi, Panel Listrik Tegangan Menengah, Panel Listrik Tegangan Rendah, Meter Listrik (kWh Meter).
“Produk peralatan Listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar Internasional, dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” ungkap Yohanes.
Selain itu, dampak negatif lainnya adalah maraknya produk impor yang berdatangan dari negara-negara yang terkena tarif impor dari AS ke pasar Indonesia. Produk-produk itu diduga masuk melalui skema dumping guna menjual hasil barang hasil produksi dengan harga murah untuk membuang stok produksi.
Hal ini, kata dia, dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dalam negeri seperti yang dialami produk tekstil, sehingga industri lokal dapat tumbang, dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara manufaktur. Hal tersebut dikarenakan pengenaan bea masuk 0 persen untuk produk produk dari Asia Tenggara, China, dan India sementara di dalam negeri sudah mampu untuk menghasilkan produk produk tersebut.
“Yang menjadi kendala utama adalah tidak tersedianya bahan baku di dalam negeri, sehingga kita tergantung dengan impor, sementara di negara negara lain, Cina contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” kata Yohanes.
Yohanes juga menekankan agar kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) untuk tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespons kebijakan kenaikan BMI AS. Kebijakan TKDN dinilai terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.
Kebijakan TKDN juga telah memberi jaminan kepastian bagi investor dan turut menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini. Lanjutnya, apabila adanya pelonggaran kebijakan TKDN, dikhawatirkan terjadi pengurangan tenaga kerja serta minat investasi.
Penerapan TKDN untuk proyek proyek yang bersumber dana APBN yang saat ini diterapkan oleh pemerintah dinilai sudah tepat guna melindungi produsen dalam negeri. Hal tersebut juga diberlakukan di negara-negara lain di dunia. Namun, menurut APPI, yang masih perlu ditingkatkan adalah sektor pasar swasta di Indonesia masih belum cukup terlindungi, dan justru dibanjiri oleh produk impor.
Maraknya produk impor dengan harga murah, lama kelamaan dapat membuat goyah produsen dalam negeri untuk beralih sebagian menjadi importir atau seluruhnya dan dapat mengakibatkan meningkatnya pengangguran. Maka dari itu, APPI berharap pemerintah mulai memikirkan dan merumuskan bagaimana untuk mengendalikan perdagangan di sektor swasta agar industry kelistrikan dalam negeri dapat tetap hidup.
“Apabila Kebijakan TKDN Pemerintah Indonesia dianggap sebagai salah satu penyebab terbitnya kebijakan BMI AS tersebut perlu dibicarakan secara bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat, selektif produk apa yang diinginkan oleh Amerika Serikat untuk tidak dikenakan kebijakan TKDN ini,” tutupnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama