Menuju konten utama
GWS

Apakah Selama Ini Kita Berbuka Puasa dengan Cara yang Salah?

Kuncinya adalah moderasi. Semua bisa dikonsumsi asal tidak berlebihan dan dilakukan dengan urutan yang tepat.

Apakah Selama Ini Kita Berbuka Puasa dengan Cara yang Salah?
Ilustrasi buka puasa. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Frasa "berbukalah dengan yang manis" seperti sudah mendarah daging di kalangan muslim Indonesia. Bahkan hal tersebut sempat dipercaya sebagai anjuran atau perintah Rasul yang tertuang dalam hadis. Padahal, kata-kata di atas hanyalah tagline promosi dari sebuah jenama minuman kemasan populer.

Meski demikian, berbuka dengan yang manis sejatinya tidak salah. Mengonsumsi makanan atau minuman manis memang dapat mengembalikan energi yang dibutuhkan tubuh setelah kurang lebih 14 jam tidak mendapat asupan apa pun.

Dari sana, lahirlah kebiasaan untuk berbuka dengan minuman-minuman seperti es sirup, es teh manis, dan kolak. Ini belum termasuk berbagai kudapan manis yang jadi pendamping macam klepon, wajik, atau berbagai jenis bubur.

Kendati berbuka dengan yang manis tidaklah salah, sering kali eksekusinya yang bermasalah. Sering kali kita tidak mengetahui seberapa kadar manis yang betul-betul diperlukan oleh tubuh setelah seharian berpuasa.

Sering kali kita langsung menyikat habis hidangan dan minuman manis yang tersedia lalu menggunakan frasa "berbukalah dengan yang manis" sebagai pembenaran. Padahal, dengan berlaku demikian, sesungguhnya kita sedang mencelakakan tubuh kita sendiri.

Sugar Crash dan Efeknya

Berbuka dengan yang manis secara asal-asalan dapat menyebabkan kondisi yang disebut sugar crash. Kondisi ini terjadi ketika kadar gula darah turun drastis setelah lonjakan yang cepat sehingga menyebabkan kelelahan, mudah marah, dan kesulitan berkonsentrasi.

Bagi yang menjalankan puasa Ramadhan, kondisi ini bisa menjadi masalah serius karena dapat memengaruhi kualitas salat dan ibadah lainnya. Salat Tarawih, yang memerlukan fokus dan daya tahan fisik dalam waktu yang lama, bisa terasa sangat melelahkan jika seseorang mengalami sugar crash. Alih-alih merasa segar secara spiritual, banyak orang justru kesulitan untuk tetap terjaga dan berkonsentrasi.

Selain itu, ketidakmampuan untuk menjaga tingkat energi setelah berbuka puasa dapat mengurangi pengalaman keseluruhan dalam menjalani Ramadhan.

Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang disiplin diri dan pertumbuhan spiritual. Ketika pilihan makanan yang buruk menyebabkan kelelahan dan mudah tersulut emosi, akan lebih sulit untuk mempertahankan kesabaran, menjalankan salat dengan khusyuk, dan benar-benar mendalami makna bulan suci ini.

kurma

Kurma. FOTO/iStockphoto

Cara Buka Puasa yang Dianjurkan

Tidak ada hadis kauli (ucapan) yang menyebutkan untuk berbuka puasa dengan yang manis. Akan tetapi, secara tersirat, Nabi Muhammad mengajarkan demikian. Saat berbuka, nabi senantiasa mengonsumsi beberapa butir kurma dan air sebelum menunaikan salat Magrib. Kurma, yang mengandung gula alami, adalah makanan manis yang dianjurkan oleh nabi.

Akan tetapi, manisnya kurma yang dikonsumsi nabi tentu tidak bisa disamakan dengan takjil-takjil manis yang biasa ditemukan di pinggir jalan jelang berbuka. Kurma mengandung gula alami dengan kadar yang tidak terlalu tinggi, sehingga dapat memberi dorongan energi secara perlahan tanpa menyebabkan lonjakan kadar gula darah ekstrem. Tak cuma itu, kurma juga kaya akan nutrisi penting, termasuk serat yang membantu memperlambat penyerapan gula dan mencegah terjadinya sugar crash.

Sementara untuk minuman, jelas tidak ada anjuran dari nabi untuk mengonsumsi es teh, es blewah, es sirup, atau minuman-minuman berpemanis lainnya. Untuk melepas dahaga, nabi hanya mengonsumsi air putih untuk menghidrasi tubuh tanpa memberi beban gula berlebih.

Atau, kalaupun Anda ingin minuman yang memiliki rasa, sesungguhnya ada opsi yang bisa dipilih. Air kelapa atau jus buah tanpa gula, misalnya, bisa menjadi alternatif minuman untuk berbuka puasa. Air kelapa, secara khusus, sangat ideal untuk berbuka puasa lantaran mengandung elektrolit untuk membantu menjaga keseimbangan cairan tubuh.

Opsi hidrasi lainnya bisa dilakukan dengan mengonsumsi makanan-makanan berkuah selepas salat. Sayur bayam, sayur asam, atau berbagai jenis sup merupakan makanan ideal untuk berbuka puasa karena kuahnya bisa menggantikan cairan dan mineral yang hilang sepanjang hari. Selain itu, makanan-makanan berkuah seperti ini juga cenderung lebih mudah dicerna.

Buka Puasa yang Seimbang

Berbuka puasa yang seimbang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan makan yang seimbang. Menu yang dikonsumsi sebaiknya mengandung kombinasi karbohidrat, protein, dan lemak sehat untuk memastikan pelepasan energi yang stabil. Mengonsumsi karbohidrat kompleks seperti biji-bijian utuh, nasi merah, atau oatmeal membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil.

Menambahkan protein tanpa lemak, seperti ayam panggang, ikan, atau kacang-kacangan, dapat mencegah rasa lapar berlebihan di malam hari serta mendukung pemulihan otot. Lemak sehat yang bersumber dari kacang-kacangan, alpukat, atau minyak zaitun juga berperan dalam memberikan rasa kenyang dan energi yang lebih tahan lama.

Lalu, apakah ini berarti kita tidak bisa makan semau kita? Bukankah itu merupakan "hadiah" setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga?

Sebenarnya tidak ada larangan untuk itu. Namun, ada teknik khusus untuk melakukannya secara benar. Binaragawan Bobby Ida, dalam video YouTube Short-nya, mengajarkan bahwa makan gorengan atau kudapan-kudapan manis justru sebaiknya dilakukan setelah kita mengonsumsi main course dan perut sudah terasa agak kenyang. Alasannya? Ya, supaya kita tidak kalap dan berlebihan saat mengonsumsi penganan-penganan tersebut.

Dengan demikian, keseimbangan antara kesempurnaan ibadah puasa dan terpenuhinya keinginan setelah seharian menahan diri bakal terpenuhi. Keseimbangan ini sangat penting untuk mendapatkan manfaat maksimal dari Ramadhan. Kuncinya adalah moderasi. Semua bisa dikonsumsi asal tidak berlebihan dan dilakukan dengan urutan yang tepat.

Alih-alih langsung mengambil makanan olahan yang tinggi gula atau minuman manis, mendahulukan makanan yang kaya nutrisi dapat memberikan perbedaan yang signifikan.

Dengan melakukan penyesuaian kecil dalam kebiasaan berbuka, seseorang dapat mempertahankan energi sepanjang malam, menjalankan salat dan ibadah lainnya seperti tadarus Al-Qur'an dengan lebih fokus, serta menghayati esensi sejati Ramadhan, yakni sebagai latihan drill untuk menjadikan kita semua pribadi yang lebih baik dari segi keimanan, emosional, maupun fisik.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2025 atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi