tirto.id - Dalam Islam, berkurban identik dengan dua bentuk ibadah yang disyariatkan, yaitu akikah dan Iduladha. Keduanya memiliki tuntunannya syar'i masing-masing sesuai dengan dalil dan hadis.
Kurban dan akikah memiliki tujuan dan waktu pelaksanaan yang berbeda. Lantas, apakah boleh berkurban belum aqiqah?
Sebagian orang dihinggapi pertanyaan itu, terutama mereka yang saat bayi belum mendapatkan aqiqah dari orang tuanya. Ketika beranjak dewasa dan mampu berkurban pada Iduladha, ia pun menjadi ragu. Ia khawatir apabila hewan kurbannya tidak diterima oleh Allah karena belum pernah diakikahi.
Jika belum aqiqah apakah boleh berkurban? Islam telah memberikan jawaban atas hal ini dan setiap muslim tidak akan terbebani dengan solusi yang tersedia.
Apakah Orang yang Mau Berkurban Harus Aqiqah Dulu?
Hal mendasar yang perlu dipahami untuk menjawab pertanyaan "apakah sah hukumnya kurban tapi belum aqiqah?" adalah bahwa dua bentuk ibadah ini berdiri sendiri. Keduanya tidak saling berkaitan. Aqiqah dan berkurban memiliki makna dan tujuannya masing-masing.
Akikah merupakan penyembelihan hewan karena adanya kelahiran anak sebagai bentuk rasa syukur. Pihak yang menunaikan ibadah ini adalah orang tua, bukan si anak. Jumlah hewan yang disembelih ialah dua kambing untuk anak laki-laki dan satu kambing bagi perempuan.
Lantas, aqiqah itu sampai umur berapa? Sunah melakukan akikah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran. Dasarnya mengacu pada hadis berikut.
“Anak laki-laki tergadaikan dengan hewan akikahnya, maka disembelihkan untuknya pada hari ke tujuh, diberi nama lalu dipotong rambutnya” (HR. Abu Daud)
Setelah hari ketujuh, ada perbedaan di kalangan ulama terkait kesunahan akikah: tetap berlaku atau gugur jika belum sempat dikerjakan orang tua.
Bagi yang menganggap hal itu gugur, si anak tidak perlu risau harus mengganti akikahnya. Ia sudah tidak lagi memiliki kewajiban melaksanakannya.
Andai pun seseorang meyakini pendapat bahwa akikah masih harus dilakukan meski sudah dewasa, kewajiban tersebut melekat pada kedua orang tuanya. Perintah dalam ibadah akikah tidak diturunkan pada anak itu sendiri.
Di sisi lain, berkurban saat Iduladha memiliki beberapa kesamaan dengan akikah. Saat berkurban Iduladha, dagingnya sebagian dimakan sendiri dan lainnya dibagi-bagikan. Demikian juga berlaku pada ibadah akikah.
Perbedaannya, berkurban untuk memenuhi perintah Allah bagi semua muslim yang diberikan kelapangan untuk melakukannya. Pelaksanaan penyembelihan hewan kurban dilakukan pada 10 Zulhijah hingga selesainya hari tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah). Hukumnya sunah muakkadah atau ibadah yang ditekankan pelaksanaannya, terutama bagi muslim yang mampu.
Ada berbagai dasar tuntunan untuk melaksanakan kurban saat Iduladha. Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
”Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah Swt. segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah.” (HR. Tirmizy dan Ibnu Majah)
”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa akikah dan berkurban adalah dua ibadah yang berbeda. Apakah sah hukumnya kurban tapi belum aqiqah? Muslim yang belum aqiqah tetapi ikut berkurban saat Iduladha, status kurbannya tetap sah.
Bagaimana Jika Sudah Dewasa tapi Belum Aqiqah?
Aqiqah hukumnya sunah muakkadah bagi orang tua muslim yang baru saja memiliki bayi. Mereka disunahkan menyembelih kambing sebagai bentuk syukur pada hari ketujuh.
Di waktu itu pula turut dilakukan pemotongan rambut dan pemberian nama sesuai hadis berikut. “Anak laki-laki tergadaikan dengan hewan aqiqahnya, maka disembelihkan untuknya pada hari ke tujuh, diberi nama lalu dipotong rambutnya.” (HR. Abu Daud)
Selanjutnya, ada perbedaan pendapat mengenai kesunahan aqiqah jika anak sudah terlanjur besar atau dewasa. Ada ulama yang berpendapat bahwa jika seseorang tidak menjalankan aqiqah setelah lewat tujuh hari kelahiran, kesunahan itu gugur.
Namun, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa akikah bisa dilakukan kapan pun meski anak sudah dewasa.
Hal yang perlu digarisbawahi yaitu kewajiban akikah terletak pada orang tua si anak. Meski ada pula yang ulama membolehkan anak mangakikahi dirinya sendiri, perintah ibadah tersebut tidak lantas menjadi beban si anak. Orang tua yang perlu mengusahakannya dan pahalanya pun untuk mereka.
Dalam hal ini, seorang muslim yang belum mendapatkan aqiqah sampai dewasa, tidak lagi memiliki kesunahan untuk mengerjakannya. Ada pun bila tetap ingin melakukan akikah, kesunahan masih berada di tangan orang tua, sekali pun anak diperbolehkan turut membantu dalam penyelenggaraannya.
Editor: Fadli Nasrudin & Ilham Choirul Anwar