tirto.id - “Mumpung (dolar) lagi naik, dan kebetulan lagi butuh. Lumayan lah.”
Wajah Tedy begitu sumringah. Gepokan uang rupiah dari beberapa lembar dolar yang baru ditukarnya langsung ia masukkan ke tas. Ia pun keluar dari antrean yang tak panjang di sebuah money changer di sebuah mal Jakarta Pusat. Hari itu, Tedy memang sedang butuh dana segar untuk kebutuhan yang mendesak.
Berbeda dengan Tedy, John seorang pegawai swasta di Jakarta malah masih berpikir-pikir untuk menukarkan koleksi lembaran dolar AS miliknya. John mengira saat ini bukan waktu yang tepat untuk buru-buru melepas dolar meski belakangan ada tren penguatan dolar terhadap rupiah. Ia masih berharap dolar bisa kembali bertengger di angka Rp14.500 seperti yang sudah-sudah.
“Sebenarnya saya sudah mikir untuk jual, tapi masih nunggu harga bottom-nya. Saya lihat rupiah ini baru mulai tertekan. Tidak menutup kemungkinan, nilai rupiah dapat lebih tertekan lagi,” kata John.
Baca juga:Jalan Tak Berujung Redenominasi Rupiah
Apa yang dipikirkan John barangkali juga dirasakan oleh para pengoleksi dolar AS lainnya. Menurut pengakuan Randi, petugas kasir penukaran uang, jumlah para penukar dolar AS ke rupiah beberapa hari terakhir memang ada kenaikan tapi tak signifikan. “Biasa saja, enggak ada kenaikan yang signifikan dari kemarin. Stabil-stabil aja. Rata-rata orang itu cuma tukar sekitar US$100. Sekarang, kurs jual dolar di level Rp13.470, dan kurs beli dolar di level Rp13.450,” katanya kepada Tirto, Selasa (3/10).
Transaksi jual beli dolar AS dengan rupiah memang jadi transaksi keseharian di dunia bisnis hingga money changer. Saat dolar mulai menekan terhadap rupiah, orang-orang yang berotak spekulan mulai melancarkan aksi menukar atau sambil melihat dan menunggu perkembangan demi sebuah keuntungan selisih kurs jual dan beli. Dolar memang sering membayang-bayangi nilai tukar mata uang di banyak negara termasuk rupiah, terutama karena kebijakan moneter AS yang sensitif direspons pasar.
Namun, apakah membeli dolar untuk dijual kembali bisa dianggap sebagai investasi?
Spekulasi dan Investasi Dolar
Beberapa orang menganggap menyimpan dolar lalu melepasnya saat mata uang Paman Sam itu menguat adalah bagian dari investasi. Namun, menurut Direktur EMCO Asset Management Hans Kwee, produk investasi seharusnya ditandai dengan adanya imbal hasil (yield). Menurutnya, jual beli dolar untuk mendapatkan untung dari fluktuasi harga lebih mengarah ke unsur spekulasi.
“Kami sendiri sudah mencermati bahwa pergerakan AS dolar ini relatif sulit diprediksi secara tepat. Nah, berangkat dari hal itu, tentu ini tidak bisa disebut sebagai produk investasi. Cuma untung-untungan saja,” katanya kepada Tirto.
Hans memproyeksikan tren pergerakan rupiah terhadap dolar AS sampai akhir 2017 masih berada pada tren melemah. Berdasarkan riset EMCO Asset Management, rupiah bakal bergerak melemah ke level Rp13.600 pada akhir 2017. Proyeksi pergerakan rupiah tersebut mengacu dari berbagai faktor, antara lain aspek eksternal, menyangkut rencana AS untuk memangkas tarif pajak dan menaikkan suku bunga menyebabkan hampir seluruh mata uang di dunia melemah, termasuk rupiah.
Pada Selasa (3/10), rupiah mencatatkan level terendah sejak 1 Desember 2016, turun ke posisi Rp13.565 per dolar AS. Padahal rupiah sempat mencapai nilai tertinggi terhadap dolar AS pada 11 September 2017 mencapai Rp13.156 per dolar AS. Pelemahan saat ini, membuat rupiah menjadi mata uang paling tertekan ke-4 di Asia, setelah yen, rupee dan yuan selama sebulan terakhir.
Baca juga:Gerak Dolar Melawan Rupiah
Dari internal Indonesia, faktor penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) juga menyebabkan rupiah kian melemah. Apalagi, bank sentral AS atau The Fed kembali berencana menaikkan suku bunga acuan akhir tahun ini.
Selain itu, permintaan dolar AS juga diperkirakan akan tumbuh pada kuartal IV-2017 didorong dari kebutuhan impor yang meningkat, menggeliatnya pertumbuhan ekonomi, dan penyerapan belanja pemerintah.
“Kalau kita lihat faktor eksternal dan internal rupiah kemungkinan bakal melemah lagi. Tapi kan BI bisa saja intervensi pasar untuk mengendalikan nilai tukar. Jadi, saya pikir jual beli dolar risikonya tinggi,” tutur Hans.
Benarkah tak bisa untuk investasi?
Bila menilik pergerakan dolar di pasar spot yang menguat 3,84 persen menjadi Rp13.474 dalam 1 tahun terakhir ini, keuntungan yang diraih tidak besar-besar amat. Sebagai ilustrasi, bila seseorang membeli 1.000 dolar pada saat dolar Rp12.978, atau setahun dari nilai saat ini, maka keuntungan yang diraih hanya Rp499.000.
Selain jual beli dolar secara langsung, tawaran berternak rupiah dari dolar AS bisa dilakukan dalam bentuk deposito mata uang asing di bank-bank umum. Namun, imbal hasil dari deposito uang asing itu sangat kecil. BCA misalnya, menawarkan imbal hasil deposito dolar sebesar 0,7 per tahun untuk simpanan kurang dari 100.000 dolar.
Sementara simpanan dolar di atas 100.000 dolar, imbal hasil yang ditawarkan BCA sebesar 0,75 per tahun. Begitu juga dengan Bank Mandiri. Bank pelat merah itu menawarkan imbal hasil 0,5 persen per tahun untuk simpanan dolar di atas 100 dolar. Sekadar pembanding saja, bila dibandingkan dengan investasi pada Obligasi Ritel Indonesia (ORI), menabung dolar masih kalah jauh.
ORI 014 bertenor 3 tahun dengan imbal hasil 5,85 persen per tahun. Hitung-hitungannya dengan Rp10 juta, imbal hasil ORI yang diterima mencapai Rp585.000 per tahun. Bandingkan dengan keuntungan jual beli dolar sebesar Rp499.000.
Baca juga:Masih Menarikkah ORI untuk Ladang Investasi?
Selain ORI, pasar saham juga menarik. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia per 4 Oktober 2017 naik 12,36 persen ke level 5.951 (year to date). Kemungkinan besar IHSG masih akan bergerak naik akhir tahun ini. Target optimistis Mandiri Sekuritas, IHSG akan mencapai 6.400 pada akhir 2017, sedangkan kemungkinan terburuknya adalah 5.275. Investa Sarana Mandiri memprediksi IHSG akan berada di kisaran 5.800-6.050 pada akhir tahun.
Memilih investasi memang ada baiknya dengan lebih dahulu mengetahui kelebihan dan kekurangan termasuk risikonya. Apa salahnya mencoba mengingat kembali apa yang pernah dikatakan Warren Buffet “risiko akan datang jika Anda tidak tahu apa yang sedang Anda lakukan.”
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra