tirto.id - “Kita melihat banyak sekali saudara kita belum mendapatkan kesempatan kerja tapi pada satu sisi yang lain justru lapangan kerja tersebut diberikan kepada warga negara asing.”
Kritikan Sandiaga Uno ini terlontar saat debat cawapres, Minggu (17/03/2018) lalu. Isu tenaga kerja menjadi salah satu persoalan yang terus menghangat terutama menjelang Pilpres.
Pesan yang seolah ingin disampaikan Sandiaga adalah jumlah tenaga kerja asing (TKA) saat ini menjadi salah satu penyebab mengapa masih banyak orang yang menganggur di Indonesia. Jumlah tenaga kerja asing di Indonesia menunjukkan tren peningkatan dalam lima tahun terakhir ini. Rata-rata tumbuh 7 persen per tahun, dari 2014 sebanyak 73.624 orang menjadi 95.335 orang pada 2018.
Presiden Jokowi memang melonggarkan perizinan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia melalui Perpres No. 20/2018 tentang Penggunaan TKA pada Maret 2018. Jumlah tenaga kerja asing yang masuk ke dalam negeri pun diperkirakan makin bertambah apalagi ada upaya pemerintah menggenjot investasi atau modal asing.
Pada 2018 menjadi tahun dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja asing tertinggi dalam 5 tahun terakhir ini, yakni naik 11 persen dari realisasi jumlah tenaga kerja asing pada 2017. Jumlah ini mengacu pada data tenaga kerja asing legal atau terdaftar, karena faktanya tenaga kerja asing yang ilegal pun ada. Misalnya, ada 10 tenaga kerja asing yang diduga bekerja secara ilegal di sebuah perusahaan tambang batu kapur di wilayah Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
Ada lagi kasus tenaga kerja asing dari Karawang, Jabar. Petugas imigrasi mendeportasi sebanyak 16 orang TKA karena melanggar administrasi keimigrasian. Tenaga kerja asing yang dideportasi antara lain berasal dari Cina, Malaysia, Singapura, Jepang, Korsel, Filipina, dan Jerman.
Adanya tenaga kerja asing ilegal membuat DPR meminta pemerintah membentuk satgas—terdiri dari unsur Kemenaker, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Polri, hingga Badan Intelijen Negara—guna mengawasi peredaran tenaga kerja asing.
Dari sekian kenyataan itu, kembali ke narasi yang pernah disampaikan Sandiaga Uno pada debat, apakah jumlah tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia berkorelasi dengan tingkat pengangguran?
Tenaga Kerja Asing Vs Pengangguran
Menurut akademisi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, belum ada korelasi yang kuat antara jumlah tenaga kerja asing yang meningkat dengan bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia. Begitu pula sebaliknya.
“Kalau dilihat secara proporsional, bisa saja. Kuota lapangan kerja itu tidak hanya diisi oleh lokal saja, tapi juga ada asingnya. Kalau asing masuk, yah otomatis kuota berkurang. Tapi secara umum belum ada korelasinya,” katanya kepada Tirto.
Apa yang dikatakan Fithra ada benarnya. Apabila melihat perkembangan jumlah tenaga kerja asing dan angka pengangguran di Indonesia justru terlihat berbanding terbalik. Selama 5 tahun terakhir, tren jumlah tenaga kerja asing terus meningkat. Sebaliknya, tren angka pengangguran malah terus menurun, meski sempat mengalami kenaikan pada 2015 dan 2017. Pada 2014, angka pengangguran mencapai 7,24 juta orang, lalu turun menjadi 7 juta orang pada 2018.
Fithra memang menilai tidak ada korelasi yang kuat antara jumlah tenaga kerja asing dengan angka pengangguran, tapi tak menutup kemungkinan tenaga kerja asing akan menjadi persoalan dalam upaya mengurangi angka pengangguran di Indonesia.
Persoalan yang dikhawatirkan Fithra adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja asing dari blue collar, yang tidak begitu dibutuhkan Indonesia karena bisa digantikan oleh tenaga kerja lokal yang jumlahnya besar. Saat ini 43 persen tenaga kerja Indonesia berpendidikan SD dan SMP yang ada dalam kategori ini.
Blue collar adalah kelas pekerja yang mengerjakan pekerjaan kasar. Kekhawatiran Fithra bukan tanpa alasan. Jika melihat perkembangannya, jumlah pekerja blue collar di Indonesia terus meningkat. Pada 2014, jumlah pekerja blue collar sebanyak 3.433 orang. Pada Agustus 2017, jumlah itu naik 341 persen menjadi 15.158 orang.
Kasus Taiwan
Dalam konteks Indonesia bila melihat statistik, memang tak ada korelasi langsung antara jumlah tenaga kerja asing dengan pengangguran pada saat bersamaan. Namun, bila melihat kasus negara lain, hal semacam itu bisa ada korelasi. Penelitian yang dilakukan akademisi dari University of Melbourne, Hsiao-chuan Chang justru menyebutkan bahwa tenaga kerja asing memiliki korelasi dengan tingkat pengangguran di Taiwan.
Kesimpulan itu didapat setelah Chang melakukan tiga simulasi terhadap pertumbuhan jumlah tenaga kerja asing di Taiwan setelah 2001, saat kondisi jumlahnya naik, turun maupun stagnan. Dalam jangka pendek, jumlah tenaga kerja asing yang meningkat bisa menaikkan tingkat pengangguran di sana.
Penelitian berjudul “Are Foreign Workers Responsible for Increasing Unemployment Rate in Taiwan?” (PDF) ini juga memiliki kesimpulan lain, yakni jumlah tenaga kerja asing yang meningkat berpotensi menurunkan tingkat pengangguran dalam jangka panjang, seiring dengan ekonomi Taiwan yang semakin menyesuaikan diri dalam menampung tenaga kerja asing.
Tenaga kerja asing di Taiwan lebih banyak menggantikan para pekerja tidak terampil lokal, kondisi itu juga dinilai mendorong permintaan untuk tenaga kerja terampil. Artinya, kesempatan bagi lokal untuk mendapatkan pekerjaan juga sebenarnya meningkat. Oleh karena itu, tingkat pengangguran keseluruhan di Taiwan dapat tetap stabil atau pada level yang lebih rendah dalam jangka panjang, meskipun pada saat bersamaan jumlah tenaga kerja di Taiwan juga bertambah.
“Pernyataan bahwa tenaga kerja asing mendorong angka pengangguran meningkat itu benar, namun hanya berlaku dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang, pernyataan itu tidak selalu benar,” kata Chang.
Editor: Suhendra