Menuju konten utama

Apakah Harga Tiket Pesawat Bisa Turun Jelang Lebaran?

Aturan soal harga tiket pesawat terbit mendekati musim lebaran, harapannya bisa menurunkan harga, tapi yang terjadi sebaliknya.

Apakah Harga Tiket Pesawat Bisa Turun Jelang Lebaran?
Lion Air [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Inda menggerutu di depan ponsel pintarnya saat berselancar di salah platform pembelian tiket secara online. Daftar harga yang tertera membuat perempuan 28 tahun ini geleng-geleng kepala. Tiket pesawat Jakarta-Surabaya rata-rata sudah di atas Rp1 jutaan untuk periode musim mudik, padahal pada periode mudik tahun lalu masih di bawah harga itu.

“Saya tahu harga tiket [pesawat] sedang mahal, makanya ini mulai lihat-lihat. Sepertinya harus mulai menyisihkan uang dari sekarang ini kalau mau pulang,” tutur Inda yang saat ini bekerja di Jakarta Pusat kepada Tirto.

Di agen penjualan tiket online Traveloka misalnya, untuk pemesanan tiket pesawat Jakarta-Surabaya sekali penerbangan pada 31 Mei 2019 atau sepekan sebelum lebaran, harga tiket pesawat maskapai penerbangan bertarif rendah (low cost carrier/LCC) sekitar Rp1,3 jutaan.

Tarif tiket pesawat dari maskapai LCC itu beda tipis dengan tarif yang ditawarkan maskapai full service seperti Batik Air, atau medium service seperti Sriwijaya Air yang menawarkan harga sekitar Rp1,4 jutaan.

Apa yang dialami oleh Inda, memang bisa terjadi pada banyak orang yang punya hajat mudik dengan angkutan udara. Tahun ini, memang isu harga tiket pesawat yang mahal sedang menyeruak, sudah terjadi sejak akhir tahun lalu saat periode Natal dan Tahun Baru 2019.

Kondisi tersebut juga diperparah dengan adanya kebijakan bagasi berbayar dari maskapai LCC. Bagasi berbayar ini juga turut dikeluhkan pengguna jasa karena biaya yang dikeluarkan tidak kecil.

Keluhan dari pengguna jasa angkutan udara akan tarif pesawat yang mahal tersebut sampai ke Presiden Jokowi. Mengutip Kompas, mantan walikota Solo bahkan mengaku kaget dengan harga tiket pesawat yang mahal.

“Berkaitan dengan harga tiket pesawat. Saya terus terang juga kaget. Dan malam hari ini saya juga baru tahu dari Pak Chairul Tanjung,” kata Jokowi usai menghadiri HUT Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia pada 11 Februari 2019.

Jokowi melalui Kementerian Perhubungan kemudian merespons kenaikan harga tiket pesawat tersebut. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sempat berjanji untuk mengusahakan agar tiket pesawat turun.

Setelah itu, memang para maskapai berjanji menurunkan harga tiket, salah satunya Lion Air. Menurut pihak Lion Air, penurunan harga tiket mulai dilakukan efektif sejak 30 Maret 2019. Sayang, Lion Air tidak menjelaskan secara rinci besaran penurunan itu.

Janji maskapai untuk menurunkan harga tiket pesawat sudah jadi wacana sejak Januari 2019. Namun, janji menurunkan harga tiket oleh para maskapai penerbangan menjadi tanda tanya, karena di lapangan belum sesuai.

Selama ini, penetapan harga tiket pesawat tidak transparan, dan pengguna juga tidak bisa membandingkan dengan harga sebelum turun. Artinya, sulit untuk tahu apakah harga tiket itu benar turun atau tidak di lapangan.

Makin kencangnya isu harga tiket pesawat yang mahal, membuat Kemenhub mengeluarkan dua regulasi baru, yakni Permenhub No. 20/2019 tentang tata cara perhitungan tarif batas atas penumpang kelas ekonomi, dan KM No. 72/2019 tentang tarif batas atas penumpang kelas ekonomi.

“Aturan ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan tarif atau harga tiket pesawat yang banyak dikeluhkan masyarakat,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Hengki Angkasawan.

Infografik tiket pesawat

undefined

Apakah Harga Tiket Bisa Turun?

Kedua regulasi yang mengatur soal harga tiket pesawat efektivitasnya diragukan. Pada aturan itu, Kemenhub malah menaikkan tarif batas bawah sebesar 5 persen dari aturan yang lama. Sebelum aturan baru itu, tarif batas bawah dipatok sebesar 30 persen dari tarif batas atas tapi kini, menjadi 35 persen.

Hitungannya begini, bila merujuk pada KM No. 72/2019 tentang tarif batas atas kelas ekonomi, yang ditetapkan 30 Maret 2019, tarif batas atas rute Jakarta-Surabaya sebesar Rp1,37 juta. Jika 30 persen, maka tarif batas bawah sebesar Rp412.000,. Namun karena sudah 35 persen, maka tarif batas bawah menjadi Rp480.000. Ada selisih harga yang lumayan besar yang harus ditanggung pengguna angkutan udara. Inipun bila maskapai patuh menerapkan aturan batas bawah.

Sedangkan untuk aturan tarif batas atas tidak berubah dari regulasi sebelumnya, yakni Permenhub No. 14/2016. Tarif batas atas yang ditetapkan pemerintah masih sama, dan pengenaan tarif batas atas untuk maskapai full service, medium service dan LCC juga masih sama.

Pada maskapai full service, pengenaan tarif setinggi-tingginya 100 persen dari tarif batas atas. Sementara maskapai medium service sebesar 90 persen, dan maskapai LCC sebesar 85 persen. Ambil contoh Jakarta-Surabaya, sebelum atau sesudah ada regulasi baru, tarif batas atas tetap tidak berubah sebesar Rp1,37 juta.

Dua regulasi yang dikeluarkan Kemenhub pada akhir Maret 2019 belum tentu efektif untuk mengendalikan harga tiket di lapangan saat ini. Regulasi itu justru lebih menguntungkan pihak para maskapai penerbangan, yang memang saat ini kondisi keuangannya sedang tidak baik. Keadaan ini memang ibarat buah simalakama, bila tiket terlalu murah akan menjadi persoalan bagi maskapai penerbangan, bila terlalu tinggi bisa sebaliknya bagi konsumen.

“Kalau memang ingin menurunkan harga, seharusnya tarif batas atas LCC diturunkan. Tapi ini kan enggak mungkin, bahaya itu. Maskapai bisa-bisa malas terbang nanti,” kata Direktur AIAC Arista Atmadjati kepada Tirto.

Ketidakefektifan regulasi itu juga terlihat dari harga tiket yang masih melonjak. Misal, harga tiket rute Jakarta-Denpasar. Sebelum regulasi batas bawah dan atas yang baru, berdasarkan penelusuran Tirto, harga tiket di Traveloka pada 1 Februari 2019 untuk Lion Air sebesar Rp900.000 masih tersedia. Namun sepanjang Juni 2019 untuk maskapai yang sama, harganya sudah dalam rentang Rp1 juta hingga Rp1,3 juta.

Arista Atmadjati menilai kencangnya isu harga tiket pesawat mahal akhir-akhir ini disebabkan ulah dari maskapai LCC. Kemunculan maskapai LCC mulai 2001 silam membuat harga tiket dipatok terlalu murah atau berada di tarif batas bawah. Namun, setelah kondisi keuangan maskapai sedang buruk karena dapat tekanan kurs dolar dan harga avtur beberapa tahun lalu, harga langsung diangkat hingga ke tarif batas atas.

“Kurangnya maskapai itu enggak pernah melakukan sosialisasi ke masyarakat. Jelas mereka kaget, dan mengeluh. Pemerintah juga salah, enggak mengingatkan maskapai dan pengguna jasa,” tutur Arista.

Ia tidak yakin harga tiket pesawat di saat musim puncak atau Lebaran ini bisa turun, persis yang terjadi di lapangan. Selain aturan tarif batas atas dan batas bawah yang baru kurang lebih sama seperti sebelumnya, maskapai tentu akan memanfaatkan musim puncak permintaan untuk memperbaiki pendapatan.

Kondisi maskapai di Indonesia saat ini memang sedang memburuk. Beban operasional seperti bahan bakar, pemeliharaan dan sewa pesawat terus meningkat, dan menggerus keuntungan para maskapai. AirAsia Indonesia misalnya, sepanjang 2018, penjualan mereka naik 11 persen. Namun, beban usaha justru naik lebih kencang. Beban avtur tercatat tumbuh 53 persen, beban pemeliharaan naik 28 persen dan beban sewa pesawat naik 30 persen.

Dengan kondisi itu, maskapai LCC tidak bisa lagi bermain di tarif batas bawah, terutama saat musim ramai (peak season) seperti Lebaran. Mereka pasti mencari pendapatan sebesar-besarnya dengan menaikkan harga tiket sampai tarif batas atas.

VP Corporate Secretary Citilink Indonesia Resty Kusandarina menjelaskan bahwa harga tiket pesawat bergerak sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Artinya, semakin tinggi permintaan, maka semakin tinggi pula harga yang ditawarkan. “Tentunya, harga tiket kami akan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah, atau tidak melewati tarif batas atas. Anda bisa cek di situs kami atau di travel agen,” katanya kepada Tirto.

Artinya peluang harga tiket pesawat bisa turun saat musim lebaran bakal sulit terjadi. Ini karena secara regulasi, maskapai justru dapat ruang mengenakan tarif batas bawah yang lebih tinggi dari aturan sebelumnya. Yang paling krusial adalah permintaan tiket jelang lebaran tentu secara otomatis akan mengerek harga tiket, dan tak bisa dihindari di tengah adanya keinginan konsumen harga tiket pesawat bisa turun.

Baca juga artikel terkait TARIF PESAWAT atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra