Menuju konten utama

Apa Itu Fase Denial, Ciri, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Artikel ini akan membahas tentang fase denial pada seseorang, ciri-ciri denial, hingga cara mengatasi denial.

Apa Itu Fase Denial, Ciri, Dampak, dan Cara Mengatasinya
Ilustrasi Muslimah Bersedih. foto/IStockphoto

tirto.id - Siapa pun akan merasakan fase berduka pada kehidupannya. Hal ini bisa membuatnya merasa sedih yang kadang dirasakan cukup dalam. Fase awal dalam kesedihan disebut dengan denial, arti denial bermakna adanya sikap penolakan dan menarik diri.

Menurut Elisabeth Kubler-Ross dalam buku "On Death and Dying" yang terbit 1969, orang yang berduka memiliki beberapa fase.

Setelah seseorang mendapati dirinya pada fase denial, selanjutnya secara berurutan menuju fase anger (marah), bergaining (penawaran), depression (depresi), dan berujung dengan acceptance (penerimaan).

Contoh dari perasaan berduka ini yaitu kehilangan seseorang yang dicintai karena meninggal dunia. Berduka menjadi reaksi emosi yang dikaitkan dengan perasaan kehilangan.

Namun, bentuk kedukaan lebih bersifat luas termasuk misalnya perceraian, dipecat dari pekerjaan, sampai mendapatkan diagnosis penyakit yang mengancam jiwa.

Meski demikian, tidak setiap orang akan mengalami fase berduka yang sama. Kemampuan orang dalam menghadapi kedukaan berbeda-beda sehingga mungkin dirinya hanya mengalami satu atau beberapa fase saja dalam kesedihannya.

Sebagai langkah awal menghadapi hal tersebut, perlu bagi seseorang mengenali tahap awal dari fase berduka. Dalam tulisan ini secara khusus membahas mengenai fase pertama kedukaan yaitu denial.

Apa itu Fase Denial?

Arti denial adalah penyangkalan. Denial menjadi tahap pertama dari lima tahap kesedihan yang akan membantu seseorang dari rasa kehilangan. Seseorang yang masuk di tahap ini akan merasa tidak berarti dan terbebani hatinya.

Ketika dirinya mulai melakukan penyangkalan, ia berpura-pura sesuatu hal yang membuatnya bersedih seakan tidak terjadi. Proses menyangkal ini sebenarnya memberikan waktu bagi seseorang yang bersedih untuk menyerap fakta secara bertahap.

Mekanisme pertahanan diri secara umum ini setidaknya membantu orang yang bersedih menguatkan hatinya yang mendadak seperti mati rasa merespons keadaan.

Hanya saja, orang tersebut tetap akan dihadapkan pada kenyataan bahwa ia memang sedang berduka. Perlahan sikap denial mulai melunak dan emosi kesedihan semakin meningkat berlawanan dengan penolakan sesaat yang sudah dilakukan.

Saat sampai tahap ini, seseorang mulai merasakan perjalanan kesedihan yang mungkin akan berujung menuju tahap kedukaan kedua, yaitu fase marah atau anger.

Ciri dan Dampak Fase Denial

Orang yang masuk dalam fase denial dalam kesedihannya memiliki ciri terguncang mentalnya. Ia merasakan hidupnya sudah tidak berarti dan terdengar tidak masuk akal pada hal yang dialaminya.

Ia berusaha keras menolak kabar buruk yang didengarkan sampai masuk pada pikiran kosong dan tidak ingin memikirkan apa pun.

Ciri denial misalnya seseorang mempertanyakan kehidupannya saat ini yang tampak hancur. Ia seakan tidak percaya bahwa kemarin semua masih baik-baik saja, namun berubah dalam sekejap saat kabar duka datang. Dampak denial seperti hidupnya menjadi loyo dan tidak bersemangat lagi menjalani hidup.

Contoh yang sering terjadi antara lain pada seseorang yang divonis mengalami penyakit mematikan seperti kanker. Sebelum vonis itu disampaikan oleh dokter, pasien masih menjalani kehidupan seperti biasa.

Begitu diagnosis kanker benar-benar tegak, ia menjadi tidak percaya atas kabar tersebut sebagai bentuk penolakan atau denial.

Akhirnya, pasien ini pun menganggap telah terjadi kesalahan dalam diagnosis dan menuduh sampel yang diperiksa tertukar dengan milik orang lain.

Namun, seiring waktu berjalan, ia pun pasti akan mulai menemukan kenyataan bahwa dirinya benar-benar terkena kanker sehingga rasa sedihnya mulai terasa mendalam.

Fase denial adalah fase di mana seseorang hidup tidak dalam realita sebenarnya. Ia justru melawan realita tersebut melalui penyangkalannya. Sisi baiknya, hal ini setidaknya membantu melawan rasa sedih dan kehilangan untuk sementara waktu.

Cara Menyikapi Fase Denial

Seseorang yang sedang mengalami fase denial dalam kedukaannya, perlu mendapat dukungan dari siapa pun di sekitar.

Dukungan dari keluarga hingga teman diperlukan agar orang tersebut tidak sampai berbuat berlebihan atas sikapnya itu. Di sisi lain, dukungan akan membantunya melawan rasa sedih yang mendalam.

Cara mengatasi denial bisa berbentuk dukungan dengan menjadi pendengar yang baik. Biarkan orang yang mengalami fase denial untuk mengungkapkan segala hal yang mengusik hatinya. Ia perlu meluapkan segala penolakannya atas semua fakta yang telah terjadi.

Saat semua sikap penolakan tersebut disampaikan, ia perlahan akan membuka diri terhadap peristiwa kedukaan yang dialaminya. Sikap penolakan dan keterkejutan yang dialaminya akan memudar. Ketika ia sudah bisa menerima kedukaan itu, proses penyembuhan dapat dimulai.

Kemungkinannya, ia mungkin cukup sulit menerima kenyataan dan beralih ke fase kedukaan selanjutnya. Sebaliknya, jika orang tersebut mampu mengendalikan emosinya, bisa saja ia langsung masuk ke fase akhir yaitu menerima kenyataan dan ikhlas dengan semua yang dialaminya.

Baca juga artikel terkait GWS atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno