tirto.id - Liz Gardiner, seorang dokter umum di Leicester, Inggris menceritakan pengalaman melawan depresi berat sebelum umur 15 tahun. Masa remajanya dihabiskan dengan mengonsumsi 5-6 jenis obat berbeda untuk meringankan gejala depresi. Hingga akhirnya ia menjajal lari maraton sebagai kombinasi obat dan terapi anti-depresan.
“Berlari membikin suasana hatiku terasa lebih baik. Ketika mulai jarang olahraga, aku merasa lebih mudah depresi,” kata Gardiner berbagi tips melawan depresi dengan berolahraga, seperti ditulis dalam laman situs kesehatan NHS.
Gardiner mulai olahraga teratur selama empat tahun terakhir, berlari sekitar 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Selain berlari, sesekali ia juga pergi ke pusat kebugaran untuk mencoba jenis olahraga lain. Olahraga teratur membantu untuk meningkatkan kesehatan, semangat, dan motivasi hidup. Gardiner menggambarkan dirinya seperti “individu yang berbeda” ketika berolahraga.
“Aku mulai ikut London Marathon di tahun 2006 dan Great North Run di Newcastle setiap musim gugur.”
Depresi merupakan sindrom atau gangguan klinis yang memengaruhi suasana hati. Gejalanya ditandai dengan rasa sedih, putus asa, atau tidak bahagia. Orang dengan gangguan depresi cenderung merasa tertekan, kehilangan minat, berat badannya menurun signifikan, sulit tidur, gerak psikomotornya melambat, kelelahan, merasa tidak berharga atau merasa bersalah berlebihan, konsentrasi menurun, dan yang paling parah, sampai berpikir bunuh diri.
Selama ini, obat anti-depresan menjadi cara umum yang digunakan untuk mengatasi depresi. Namun, solusi itu bukan satu-satunya cara, olahraga juga dipercaya bisa menjadi alternatif solusi yang efektif bagi penderita depresi. Penelitian berjudul The DOSE study: a clinical trial to examine efficacy and dose response of exercise as treatment for depression oleh Dunn AL, dkk mencoba membuktikan anggapan ini.
Para peneliti mengamati perubahan tingkat depresi pada 80 pria dan perempuan usia 20-45 dengan gejala depresi ringan dan sedang. Mereka dibagi menjadi kelompok Low Dose dengan intensitas latihan rendah dan kelompok Public Health Dose yang melakukan intensitas tinggi serta konsisten.
Hasilnya mengungkapkan gejala depresi berkurang sebanyak 47 persen pada kelompok Public Health Dose. Sementara olahraga ringan ternyata kurang efektif mengurangi gejala depresi. Namun, ini tentu lebih baik memulai sedikit berolahraga daripada tidak sama sekali.
dr. Michael Craig Miller, asisten profesor psikiatri di Harvard Medical School mengafirmasi bahwa olahraga bisa menjadi alternatif jitu pada orang dengan gangguan depresi ringan dan sedang. Sementara pada depresi berat seperti yang dialami Gardiner, olahraga bisa menjadi pelengkap terapi dan obat anti-depresan untuk meringankan gejala.
“Mulai dengan berjalan kaki lima menit sehari, lalu tingkatkan jadi 10 menit, 15 menit dan seterusnya,” saran Miller.
Ia memahami kadang-kadang depresi dapat menimbulkan efek psikosomatis berupa gangguan tidur, lemas, perubahan nafsu makan, dan nyeri yang membikin enggan berolahraga, sehingga ia menyarankan untuk memilih jenis olahraga yang menyenangkan. Tak ada jenis olahraga khusus yang disarankan untuk mengatasi depresi. Kuncinya: mulailah, maka Anda akan terbiasa.
“Pilih yang kamu suka sehingga memotivasi untuk terus berolahraga,” katanya.
Takaran Olahraga yang Tepat
Laman resmi Harvard Health Publishing menjabarkan reaksi pada tubuh ketika berolahraga yang menjadi faktor pereda depresi. Ketika berolahraga, tubuh melepaskan endorfin, hormon yang punya efek mengurangi rasa sakit dan memicu perasaan senang, tenang, atau bahagia.
Aktivitas ini juga memacu pelepasan protein yang disebut neurotrophic (faktor pertumbuhan), yang menumbuhkan sel-sel saraf dan menciptakan koneksi baru, sehingga terjadi peningkatan fungsi otak.
Pada orang yang mengalami depresi, hippocampus di otaknya lebih kecil dari ukuran normal, hippocampus adalah daerah yang bertanggung jawab mengatur suasana hati. Dengan berolahraga, sel saraf di hippocampus jadi meningkat dan akhirnya membantu proses meredakan depresi.
Efek lainnya dari berolahraga dijabarkan oleh dr. Sari Sri Mumpuni, bahwa berolahraga dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki kualitas tidur, dan mencegah penyakit jantung serta diabetes.
Seberapa banyak olahraga harus dilakukan?
“WHO merekomendasikan 150 menit dalam seminggu, atau 30 menit sehari sebanyak 3-5 kali dalam seminggu,” kata dr. Sari Sri Mumpuni, yang merupakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Pondok Indah.
Sementara kombinasi waktu berolahraga lainnya disarankan oleh National Institute for Health and Care Excellence (NICE), badan di bawah Departemen Kesehatan Inggris. NICE merekomendasikan jadwal berolahraga bagi orang dengan depresi ringan dan sedang sebanyak 45 menit-1 jam sebanyak 3 sesi dalam seminggu. Efek berolahraga akan mulai terasa jika aktivitas tersebut dilakukan teratur dengan jangka waktu lebih dari 10 hingga 14 minggu.
Olahraga tentu bisa jadi alternatif positif untuk mengatasi depresi. Sudahkan Anda berolahraga hari ini?
Editor: Suhendra