Menuju konten utama

Apa 3 Landasan Politik Luar Negeri Indonesia: Idiil-Operasional?

Apa 3 landasan politik luar negeri Indonesia? Landasan politik luar negeri Indonesia adalah landasan idiil, konstitusional, dan operasional.

Apa 3 Landasan Politik Luar Negeri Indonesia: Idiil-Operasional?
foto/shutterstock

tirto.id - Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif selama ini dijalankan dengan berasaskan pada 3 landasan. Apa saja landasan politik luar negeri Indonesia tersebut?

Landasan politik luar negeri Indonesia tersebut adalah landasaan idiil atau ideal, landasan konstitusional, dan landasan operasional. Lantas, apa yang dimaksud landasan idiil, konstitusional, dan operasional politik luar negeri Indonesia yang menganut prinsip bebas aktif?

Seperti negara-negara lain yang sama-sama berdaulat, Republik Indonesia pun menjalin kerja sama internasional. Hal ini membuat Indonesia turut terlibat dalam pergaulan dunia. Agar kerja sama internasional membuahkan hasil positif bagi kepentingan nasional, Indonesia perlu menyusun strategi politik luar negeri yang tepat.

Mengutip modul Sejarah (2020) terbitan Kemdikbud, dasar pertimbangan dan alasan suatu negara menentukan negara lain menjadi negara sahabat yaitu mengenai aspek politik luar negeri yang ditetapkan pemerintah masing-masing.

Politik luar negeri merupakan arah kebijakan suatu negara dalam mengatur hubungan dengan negara-negara lain. Kebijakan politik ini bagian dari kebijakan nasional, tetapi lingkupnya dunia internasional. Meski begitu, kebijakan politik luar negeri diterapkan demi kepentingan nasional. Indonesia menjalankan politik luar negeri tersebut atas dasar prinsip bebas aktif dan berfondasikan pada 3 landasan (idiil, konstitusional, dan operasional).

Apa Itu Politik Luar Negeri Bebas Aktif?

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah menetapkan bahwa politik luar negeri yang dijalankan sejak era pascakemerdekaan sampai sekarang menganut prinsip bebas-aktif.

Bebas bermakna bebas memilih atau menentukan negara yang menjadi sahabat Indonesia tanpa terikat pada satu ideologi atau blok tertentu. Adapun makna aktif adalah ikut ambil bagian dalam mengembangkan persahabatan dan kerja sama internasional.

Pencetus politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia adalah Mohammad Hatta. Wakil Presiden Indonesia pertama itu mengemukakan konsep "bebas aktif" saat menyampaikan pidato berjudul "Mendayung di antara Dua Karang" pada 2 September 1948. Pidato disampaikan di depan sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).

Menurut Hatta, penentuan kebijakan politik luar negeri Indonesia perlu ditetapkan agar Indonesia tidak menjadi objek dalam pertarungan politik internasional. Indonesia harus tetap menjadi subjek di dunia internasional yang memiliki hak dalam menentukan sikap sendiri sebagai negara yang merdeka sepenuhnya.

Makna politik luar negeri Indonesia yang "bebas aktif" juga diterangkan dalam Bagian Penjelasan UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (PDF), tepatnya penjelasan untuk pasal 3, yakni sebagai berikut:

"Yang dimaksud dengan "bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial."

"Yang dimaksud dengan diabdikan untuk "kepentingan nasional" adalah politik luar negeri yang dilakukan guna mendukung terwujudnya tujuan nasional sebagaimana tersebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945."

Mengutip modul PPKn Kelas XI terbitan Kemdikbud, Indonesia memiliki corak politik luar negeri yang khas. Hal ini terlihat pada pembukaan UUD 1945. Dalam potongan teksnya disebutkan, “...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

Apa Saja Landasan Politik Luar Negeri Indonesia?

Politik luar negeri memerlukan landasan demi menopang kebijakannya. Untuk NKRI, kebijakan politik luar negeri dilandasi dengan landasan idiil, landasan konstitusional, dan landasan operasional. Apa yang dimaksud dengan 3 landasan politik luar negeri Indonesia itu?

Jawabannya bisa ditemukan dalam Bagian Penjelasan UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (PDF), khususnya terkait pasal 2, yakni sebagai berikut.

1. Landasan Idiil

Landasan idiil Politik Luar Negeri Indonesia adalah Pancasila. Dengan demikian kebijakan politik luar negeri Indonesia harus dijiwai Pancasilan dan mencerminkan ideologi bangsa tersebut.

Pancasila telah menjadi dasar negara yang merupakan pedoman hidup bangsa dan sumber hukum di Indonesia. Selain itu, Pancasila merupakan pedoman dasar untuk menjalani kehidupan berbangsa, bernegara, sekaligus bermasyarakat. Karena itu, kebijakan politik luar negeri RI pun harus dilandasi Pancasila.

Infografik SC Politik Luar Negeri Indonesia

Infografik SC Politik Luar Negeri Indonesia. tirto.id/Sabit

2. Landasan Konstitusional

Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini termaktub pula di alinea 4 Pembukaan UUD 1945 yang memuat tujuan utama kemerdekaan Indonesia, yakni:

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. [....]."

3. Landasan Operasional

Landasan operasional politik luar negeri Indonesia sebenarnya dinamis karena mengikuti perkembangan zaman, dan disesuaikan dengan kebijakan masing-masing pemerintahan pada masanya.

Menukil Bagian Penjelasan UU Nomor 37 Tahun 1999, landasan operasional politik luar negeri Indonesia adalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang menegaskan dasar, sifat, dan pedoman perjuangan mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia.

Mengutip buku Sejarah Indonesia Kelas XII (2018:208-2019) terbitan Kemdikbud, landasan operasional politik luar negeri Republik Indonesia terus berkembang dari masa ke masa, yang bisa dibagi dalam 3 zaman, yakni era Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.

Pada masa periode Reformasi, yang dimulai dari masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie, substansi landasan operasional politik luar negeri Indonesia dapat dilihat di Ketetapan (TAP) MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN.

Di antara isi TAP MPR itu termasuk sasaran-sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri Indonesia, yaitu:

  • menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas dan aktif menuju pencapaian tujuan nasional;
  • ikut serta di dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja sama untuk kepentingan rakyat Indonesia;
  • memperbaiki performa, penampilan diplomat Indonesia dalam rangka suksesnya pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang;
  • meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan ekonomi yang cepat melalui intensifikasi kerja sama regional dan internasional;
  • mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdagangan bebas;
  • memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga;
  • mengintensifkan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam kerangka ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan kemakmuran di wilayah Asia Tenggara.

Baca juga artikel terkait POLITIK LUAR NEGERI atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Addi M Idhom