tirto.id - Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menyebut terpidana korupsi eks Gubernur Riau, Annas Ma'mun telah diberi grasi oleh Presiden Jokowi. Grasi diperoleh dari presiden per Senin (25/10/2019) lalu.
Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Ade Kusmanto mengatakan, Annas Maamun mendapat grasi dari presiden berdasarkan Keputusan Presiden nomor 23/G tahun 2019 tentang Pemberian Grasi tertanggal 25 Oktober 2019.
"Benar ada grasi yang sudah diterima," kata Ade, dalam keterangan tertulis, Selasa (26/11/2019).
Ade menyebut, hukuman Annas Ma'amun berkurang dari 7 tahun penjara menjadi 6 tahun penjara.
Namun, pidana denda Rp200 juta subsidair pidana kurungan selama 6 bulan tetap harus dibayar.
Dengan demikian, Annas diprediksi akan bebas pada Oktober 2020 dengan catatan denda sudah dibayar.
"Menurut data pada sistem data base pemasyarakatan bebas awal 3 Oktober 2021. Setelah mendapat grasi pengurangan hukuman selama 1 tahun diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020, dan denda telah dibayar tanggal 11 Juli 2016," ujar Ade.
Pemberian grasi dikritik oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menegaskan, ICW kecewa dengan langkah Jokowi yang memberikan grasi kepada koruptor.
"ICW kecewa sekaligus mengecam langkah dari Presiden Joko Widodo yang justru memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun," ujar Kurnia.
Namun, ICW tidak kaget dengan sikap Jokowi karena sedari awal Presiden sama sekali tidak memiliki komitmen anti-korupsi yang jelas.
"Jadi jika selama ini publik mendengar narasi anti-korupsi yang diucapkan oleh Presiden itu hanya omong kosong belaka," imbuh dia.
Ia menyebut, keputusan Presiden tentang pemberian grasi kepada Annas Maamun pun mesti dipertanyakan, karena korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime
"Untuk itu pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan," imbuh Kurnia.
Kurnia mengatakan, pemerintah tidak bisa menggunakan dalih kemanusiaan dalam pemberian grasi kepada koruptor. Ia menjelaskan, indikator kemanusiaan sendiri tidak dapat diukur secara jelas.
"Langkah dari Presiden Joko Widodo ini mencoreng rasa keadilan masyarakat. Karena bagaimanapun pihak paling terdampak atas kejahatan korupsi yang dilakukan oleh terpidana adalah masyarakat itu sendiri. Untuk itu Presiden harus segera mencabut Keppres yang memberikan grasi kepada terpidana Annas Maamun," ujar dia.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali