tirto.id - Semenjak usia belia, Larry Page, sosok yang menautkan namanya pada algoritma paling terkenal di dunia “PageRank” dan menjadi salah satu pendiri Google, berangan-angan memiliki mobil yang dapat mengemudi sendiri dan mobil yang dapat terbang. Begitu kaya raya melalui Google, Page mencoba peruntungan merealisasikan dua impiannya tersebut. Dengan uang pribadinya, Page mendirikan Kitty Hawk, startup yang bergerak merealisasikan mobil terbang. Melalui “X,” divisi rahasia milik Google, Page membangun “Moonshots,” proyek mobil swakemudi, pada Januari 2009 silam.
Untuk merealisasikan impiannya, Page butuh bantuan orang lain. Soal merealisasikan mobil swakemudi, Mike Isaac, dalam buku berjudul Super Pumped: The Battle for Uber (2019), menyebut bantuan yang dibutuhkan Page datang dari Sebastian Thrun, mantan direktur Stanford Artificial Intelligence Laboratory, dan Anthony Levandowski, pendiri 510 Systems dan Anthony’s Robots. Dua-duanya akhirnya menjadi pegawai Google untuk memimpin Moonshots. Namun, karena otak Levandowski lebih encer soal mobil swakemudi, ia akhirnya menjadi sosok utama pengembangan mobil swakemudi ala Google.
Levandowski, sebut Isaac, merupakan sosok yang bengal. Ia sering kali membuat aturan main sendiri guna mempercepat proyek penciptaan mobil swakemudi Google. Dan tak tanggung-tanggung, Levandowski kerap melanggar aturan pemerintah (karena pemerintah masih menganggap mobil swakemudi berbahaya) tatkala melakukan uji coba. Semua pegawai Google--kecuali orang-orang di timnya--membenci Levandowski. Satu-satunya alasan yang membuatnya tidak memperoleh peringatan dari HRD Google adalah perlindungan dari Page. Bagi Page, Levandowski adalah “anak emas”.
Sialnya, kasih sayang yang diberikan Page pada Levandowski tak berbalas. Delapan tahun usai menginisiasi Moonshots, menghabiskan jutaan dolar untuk pengembangan mobil swakemudi dan memberikan gaji fantastis, Levandowski mundur pada 2016. Ia mundur untuk mendirikan Otto, startup yang bergerak untuk menciptakan mobil swakemudi.
Meski sakit hati, Page legowo atas keputusan Levandowski dan bahkan memberikan bonus perpisahan--yang nilainya akan memancing para pencicil KPR menangis. Namun, sikap Page kemudian berubah. Tak lama usai didirikan, Levandowski menjual Otto pada Uber senilai $600 juta, dan Uber mengklaim berada di garis depan penciptaan mobil swakemudi.
Page akhirnya melakukan investigasi. Tak disangka, sepekan sebelum Levandowski mundur dari Google, ia mengunduh 14.000 file terkait pengembangan mobil swakemudi Google ke laptop pribadinya. Data yang diambil termasuk rancang bangun LiDAR, papan sirkuit, dan modul-modul utama lain pengembangan mobil swakemudi. Levandowski, tulis Isaac, mencuri 9,7 gigabyte rahasia dagang milik Google. Tak Cuma itu, Levandowski juga mengiming-imingi pegawai Google yang terkait pengembangan mobil swakemudi untuk ikut mundur bersamanya.
Page murka. Waymo, nama yang menggantikan Moonshots, menggugat Uber dan Levandowski ke pangadilan. Pengadilan California memutus Levandowski bersalah telah melanggar 30 dakwaan terkait rahasia dagang. Ia divonis ganti rugi senilai $179 juta kepada Google, sampai-sampai ia harus mengumumkan bangkrut. Tak cuma itu, pengadilan memutus Levandowski dipenjara selama 18 bulan, dimulai pada Agustus 2020 lalu. Namun, karena pandemi Corona tengah merajalela dan kesehatan Levandowski buruk, hukuman penjara ditangguhkan untuk sementara waktu.
Beruntung bagi Lewandowski. Tatkala pengadilan memuskannya bersalah, Amerika Serikat tengah dipimpin seorang badut. Di pekan terakhir masa jabatan, Presiden Donald Trump, sebagaimana dilaporkan Timothy B. Lee untuk Ars Technica, memberikan grasi kepada Levandowski. Lee, merujuk laman resmi Gedung Putih (kini telah dihapus), menyebut pemberian grasi oleh Trump didasari atas jaminan dari Peter Thiel, investor awal Facebook, dan Palmer Luckey, pendiri Oculus. Dua orang ini adalah pendukung Trump pada pemilu 2016 silam. Selain itu, pengampunan yang diterima Levandowski diperoleh karena ia “telah membayar mahal dan berencana mengabdikan bakatnya untuk kepentingan publik.
Levandowski pun terbebas dari dinginnya hotel prodeo bersama 235 napi lain yang mendapat grasi Trump di akhir masa jabatan.
“I Was a Businessman, Doing Business.”
“Di saat paling ujung masa jabatan sebagai presiden, Donald Trump memberikan grasi pada ratusan orang, termasuk pada para pendukungnya, tokoh politik, musisi, dan penjahat kelas kakap,” tulis The New York Times dalam artikel khususnya yang mengkompilasi tokoh-tokoh yang menerima pengampunan. Tercatat, Trump paling tidak telah memberikan grasi pada 235 orang yang memiliki masalah hukum, sesaat sebelum Joe Biden mengambil alih kekuasaan. Selain Anthony Levandowski, tokoh terkenal yang memperoleh pengampunan adalah Stephen K. Bannon.
Pada Agustus lalu, Bannon didakwa bersalah oleh pengadilan federal atas perkaranya: penipuan uang sumbangan mengatasnamakan dukungan bagi gerakan konservatif di AS. Penipuan itu sukses menggondol uang lebih dari $1 juta dari masyarakat. Berbekal perusahaan cangkang yang sengaja dibentuk, Bannon melarikan uang tersebut, dan karenanya ia juga didakwa bersalah telah melakukan tindak pencucian uang. Dalam pra-peradilan pada 31 Agustus, pengadilan memustuskan untuk melakukan persidangan soal nasib Bannon pada 24 Mei 2021 nanti. Namun, dengan kuasanya, Trump memberikan grasi dan membebaskan Bannon dari masalah hukum.
Nasib mujur pun diterima Elliott Broidy berkat grasi Trump. Setelah menyatakan diri bersalah menerima uang $9 juta dari konglomerat asal Malaysia bernama Jho Low untuk melobi kebijakan AS soal Cina dan Malaysia, Broidy terbebas dari hukuman. Dengan alasan yang sama, nasib baik pun menimpa Dr. Salomon E. Melgen dan Eliyahu Weinsten. Melgen, diputus bersalah atas malpraktek yang dilakukannya sebagai dokter mata. Weinsten diputus bersalah atas kasus penipuan real estate. Keduanya menerima potongan masa hukuman dari Trump.
Secara konstitusional, tentu Trump sah-sah saja memberikan grasi ketika menjabat sebagai presiden. Bahkan, Mahkamah Konstitusi AS telah menyatakan bahwa presiden dapat memberikan grasi tanpa batas sesuai kehendak. Beberapa presiden AS juga memberikan pengampunan di detik-detik terakhir masa jabatan. Yang paling terkenal adalah Bill Clinton. Di penghujung masa jabatannya, Clinton memberikan 170 grasi, dan pemberian grasi tersebut mayoritas diperoleh melalui jalur hukum sewajarnya, yakni melalui proses di pengadilan. Yang dilakukan Clinton berbeda dengan Trump.
Bannon dan Broidy, misalnya, memperoleh grasi karena mereka dekat dengan Trump. Pada 2016, Bannon menjadi CEO kampanye kemenangan Trump. Di tahun yang sama, Broidy adalah koordinator penggalangan dana untuk kampanye Trump. Tercatat, dari lebih dari 200 orang yang menerima grasi, 41 di antaranya dekat dengan Trump. Lebih mengejutkan, pemberian grasi tak hanya soal kedekatan, tetapi juga soal uang. Trump mengobral grasi kepada siapapun yang mau membayar.
Michael S. Schmidt dan Kenneth P. Vogel, dalam laporannya untuk The New York Times, menyebut grasi menjadi mesin penghasil uang bagi Trump beserta orang-orang terdekatnya yang membisiki sang mantan presiden berambut oranye itu. Tatkala Trump kalah oleh Biden dan jabatannya hendak usai, lobi-lobi ke Gedung Putih untuk memperoleh pengampunan hukum membanjir. Brett Tolman, seorang pelobi Gedung Putih, mengaku menerima uang puluhan ribu dolar dalam usahanya membantu bajingan-bajingan di AS agar terbebas dari hukuman. Salah satu orang yang ia bantu terbebas dari hukuman melalui grasi dari Trump adalah seorang anak mantan Senator di Akansas bernama Jeremy Hutchinson. Ia diputus bersalah karena menjalankan Silk Road, sebuah lapak daring narkoba di AS.
Mantan penasehat Trump Karen Giorno mengaku dibayar $50.000--dan dijanjikan bonus $50.00--jika grasi diberikan oleh John Kiriakou, mantan pegawai CIA yang telah diputus bersalah karena membocorkan rahasia negara. Kepada Schmidt dan Vogel, Kiriakou mengaku ditawari pemberian grasi langsung oleh Rudy Giuliani--pengacara pribadi Trump--jika ia membayar uang senilai $2 juta.
“Sistem peradilan kita benar-benar hancur, benar-benar rusak,” cetus Tim Hutchinson, mantan Senator Arkansas, yang membayar $10.000 untuk melobi Gedung Putih membebaskan anaknya.
Meski akhirnya tidak dilakukan, Trump sempat berpikir untuk memberikan grasi pada keluarganya, khususnya yang membantu dirinya dalam pemerintah--seperti Ivanka dan Jarede Kushner--dan pada Rudy Giuliani, yang kesemuanya belum (atau mungkin tidak) menghadapi masalah hukum. Yang lebih menggelikan, Trump pun sempat berencana memberikan dirinya sendiri grasi.
Trump memang badut. Obral grasi itu sekadar mempertegas perkataannya dalam debat kandidat presiden AS Oktober 2020 lalu: “Saya adalah seorang pebisnis, dan tentu saja berbisnis.”
Editor: Windu Jusuf