Menuju konten utama

Anies Klaim Tingkat Kemacetan di Jakarta Turun, Padahal Tidak

Anies mengklaim Jakarta semakin tidak macet, padahal sama saja.

Anies Klaim Tingkat Kemacetan di Jakarta Turun, Padahal Tidak
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan imbas pengerjaan proyek pembangunan 'fly over' di Jalan Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta, Jumat (19/5). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Indeks kemacetan Jakarta menurun, demikian menurut TomTom, perusahaan asal Belanda pembuat teknologi lokasi (GPS). Berdasarkan Traffic Index 2019, Jakarta menempati posisi 10 dengan level kemacetan (congestion level) 53 persen. Pada 2018, ibu kota Indonesia itu menempati peringkat 7, sementara pada 2017 bahkan menempati peringkat 4.

Survei ini melibatkan 416 kota dari 57 negara. Penelitiannya melibatkan berbagai unsur seperti pengendara, kebijakan pemerintah, rencana tata kota, hingga produksi kendaraan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan senang dengan hasil ini. "Alhamdulillah," katanya via Twitter.

Dalam cuitan yang sama ia berharap pada tahun ini indeks kemacetan Jakarta semakin menurun--sederhananya, semakin tidak macet. "Mari bersama #UbahJakarta agar segera keluar dari 10 besar kota termacet dunia," Anies menambahkan.

Pernyataan serupa dikatakan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Meski tidak secara eksplisit, Anies seperti ingin mengatakan kalau hasil ini adalah buah dari kebijakannya. Beberapa program Pemprov DKI dalam rangka mengurai macet, di antaranya, penerapan sistem ganjil genap, integrasi moda transportasi umum, serta menambah alat transportasi baru seperti LRT.

Tidak Berubah

Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan mengatakan sebelum mengunggah 'pencapaian' mengurai macet, Anies semestinya lebih cermat melihat penelitian tersebut.

Jika ditelaah lebih lanjut, tingkat kemacetan (congestion level) di Jakarta tidak berubah. Indeks 2018 dan 2019 sama-sama menyebut congestion level Jakarta sebesar 53 persen.

Panjang jalan yang dimasukkan ke dalam data bahkan lebih panjang. Tahun 2018, data jalan yang dicakup 482,5 juta km, sementara tahun lalu mencapai 599,7 km. Itu artinya, tingkat kemacetan yang sama terjadi di lebih banyak jalan.

"Jadi tidak benar kalau Anies bilang [kemacetan] menurun," kata Tigor kepada reporter Tirto, Rabu (19/2/2020).

Jadi, kenapa posisi Jakarta menurun? Menurut Tigor, itu karena ada kota baru yang disurvei. Pada 2017, kota yang disurvei sebanyak 375, tahun 2018 sebanyak 403, dan 2019 sebanyak 416 kota.

Tiga kota baru langsung menyalip tingkat kemacetan di Jakarta pada tahun 2019. Kota-kota itu di antaranya adalah Bengaluru di India, Manila di Filipina, dan Pune di India.

Bengaluru bahkan langsung menduduki peringkat pertama kota termacet di dunia dengan tingkat kemacetan 71 persen. Sementara Manila ada di peringkat kedua dengan tingkat kemacetan yang sama. Terakhir, Pune, berada di peringkat kelima dengan tingkat kemacetan 59 persen.

Jika tiga kota itu tidak ada, maka posisi Jakarta akan sama seperti 2018, peringkat ke-7.

Bagi Tigor, upaya Anies untuk mengurangi kemacetan tidak efektif dan efisien. Ia melihat angkutan umum di Jakarta masih minim, kurang layak, dan belum terintegrasi di seluruh titik strategis. Karenanya, pernyataan Anies di Twitter itu "semata-mata hanya membangun citra."

Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak juga memberikan kritik yang sama. "Realitanya, dia tidak mengerjakan apa-apa. [Peringkat kemacetan] menurun karena imbas dari negara lain. Jadi tidak boleh klaim," kata Gilbert kepada reporter Tirto.

Politikus PDIP itu mengatakan dibandingkan asal klaim, Anies sebaiknya fokus mengurus kemacetan dengan memaksimalkan dana yang telah dianggarkan.

Pernyataan Tigor dan Gilbert selaras dengan pendapat publik. Berdasarkan survei Indo Barometer yang dirilis Ahad (15/2/2020) kemarin, Anies masih di bawah Basuki Tjahaja purnama dan Joko Widodo dalam mengatasi macet selama menjabat gubernur.

Berdasarkan hasil survei, sebanyak 35,3 persen menilai Ahok berhasil menangani kemacetan, Jokowi dipilih 35,1 persen responden, dan Anies dipilih 8,3 persen responden.

Baca juga artikel terkait JAKARTA MACET atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino