tirto.id - Anggota Komisi III F-Nasdem, Taufiqulhadi meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap pengelolaan Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Salemba Mako Brimob. Menurutnya, pengelolaan rutan tersebut masih tumpang tindih antara Kemenkumham dan Polri.
"Tidak boleh itu pengelolaan Rutan tumpang tindih apalagi napiter [narapidana teroris] dicampur," kata Taufiqulhadi kepada Tirto, Jumat (11/5/2018).
Menurut Taufiqulhadi, dalam Pasal 21 ayat 1 Peraturan Nomor 27 tahun 1983, telah disebutkan bahwa Rutan dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dikelola oleh Departemen Kehakiman atau sekarang bernama Kemenkumham.
Selain itu, kata Taufiqulhadi, peraturan tersebut juga diperkuat oleh Pasal 3 ayat 2 Permenkumham Nomor 33 tahun 2015 tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang menyatakan, pembentukan satgas keamananan dan ketertiban dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk satuan tugas keamanan dan ketertiban di tingkat pusat, dan Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham untuk satuan tugas keamanan dan ketertiban di tingkat wilayah.
"Kalau itu rutan harusnya di bawah supervisi atau wewenang Dirjen Lapas. Tapi ini tidak jelas. Apa ini yang bertanggungjawab Dirjen Lapas atau Dikrimsus Polri," kata Taufiqulhadi.
Maka, kata Taufiqulhadi, pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut terkait pengelolaan Rutan Salemba Cabang Mako Brimob pada Senin mendatang. "Kami akan melakukan kunjungan untuk mengetahui kondisi pengelolaan yang sesungguhnya," kata Taufiqulhadi.
Hal ini, kata Taufiqulhadi, dilakukan sebagai langkah pencegahan agar kericuhan seperti yang terjadi pada Selasa (8/5/2018) tidak terulang kembali ke depannya. Sebab, menurutnya, harga yang harus dibayar dari kerusuhan itu terlalu mahal dengan enam korban meninggal dunia.
Hal senada juga disampaikan Komisioner Ombudsman, Andrianus Meliala. Menurutnya, sejak awal peruntukan Rutan di dalam Markas Korps Brimob memang diperkirakan akan menuai permasalahan.
Apalagi, kata dia, ide pendirian rutan itu dulunya diperuntukkan sebagai tempat penahanan bagi para perwira tinggi Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Namun kebijakan itu kemudian diubah oleh Polri dan menjadikan Rutan Mako Brimob menjadi rutan cabang yang bisa diisi oleh narapidana sipil.
“Sejak kasus Gayus bisa berpergian dari tahanan, Rutan ini jadi sorotan. Tapi sampai saat ini masih berjalan,” kata Adrianus pada Tirto, Jumat (11/5/2018).
Dalam hal ini, Andrianus pun mengatakan ide pengubahan status rutan dari internal menjadi rutan cabang itu sempat ditolak Kementerian Hukum dan HAM. Namun pada kenyatannya, menurutnya, ketika ruang tahanan bagi internal Polri itu berubah status menjadi rutan cabang, tak ada perubahan struktur pengelolaan dan pengawasannya oleh Polri.
Kementerian Hukum dan HAM, instansi yang seharusnya berwenang mengelola rutan itu justru sama sekali tak diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan.
“Betul-betul tidak ada akuntabilitas,” kata Adrianus.
Sehingga, kata Andrianus, Kemenkumham harus secepatnya membenahi pengelolaan di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob.
Selasa (8/5/2018), terjadi kerusuhan di Rutan Cabang Mako Brimob. Kerusuhan tersebut berlangsung hingga 38 jam dan baru berakhir pada Kamis (10/5/2018) pagi. Akibatnya, empat polisi mengalami luka parah dan lima meninggal. Sementara, seorang narapidana terorisme meninggal.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto