Menuju konten utama

Orasi di Depan MK, Amnesty Paparkan Enam Kesalahan Pemerintah

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan 6 kesalahan kepemimpinan Jokowi, salah satunya merusak integritas pemilu.

Orasi di Depan MK, Amnesty Paparkan Enam Kesalahan Pemerintah
Orasi masyarakat sipil dan mahasiswa di depan Mahkamah Konstitusi menyuarakan pembegalan konstitusi rezim Jokowi, Kamis (22/8/2024). tirto.id/Ayu Mumpuni

tirto.id - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid, menyampaikan enam kesalahan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat berorasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (22/8/2024). Usman menyebut, kesalahan pertama Jokowi adalah menghancurkan ruang publik dalam menyampaikan kritik dan protes.

“Pertama, menghilangkan, meremahkan, dan menghancurkan ruang publik untuk kritik dan protes. Betul?” kata Usman di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Ujaran Usman langsung disetujui massa.

Usman menambahkan, kesalahan kedua Jokowi adalah melemahkan dan memandukan oposisi partai politik di parlemen. Kesalahan ketiga mengkerdilkan lembaga-lembaga penegak hukum.

Kesalahan keempat Jokowi adalah memperlemah peran media masa. Kesalahan kelima adalah mengadu domba masyarakat lewat politik polarisasi. Terakhir, Jokowi telah merusak integritas pemilu.

“Dan hanya ada satu kata, turunkan Jokowi. Hanya dengan persatuan oposisi, baik itu kalangan intelektual, kalangan mahasiswa, demokrasi kembali,” ungkap Usman.

Perwakilan massa aksi yang berjumlah 20 orang menemui Juru Bicara MK, Fajar Mukti Laksono, dan Yuliandri selaku perwakilan MKMK. Beberapa tokoh ikut hadir sebagai perwakilan, antara lain Goenawan Mohamad, Wanda Hamidah, dan sejumlah mahasiswa, menyampaikan aspirasi mereka.

“Keadaan sedang genting. Saya bahagia bisa ada di sini. Maaf saya enggak bisa ngomong, karena emosi saya,” ujar Gunawan Muhammad mewakili peserta aksi sambil menangis, Kamis (22/8/2024).

Goenawan sangat menahan diri menghadapi semua yang terjadi ini. Dia pun bingung harus mengadu kepada siapa di tengah.

“Kalau saya tidak menahan diri, saya bilang kita revolusi saja. Tapi saya tahu karena ongkosnya banyak dan enggak tahu tagihannya kepada siapa,” ucap pria yang juga sastrawan itu.

Bagi Gunawan, kondisi demokrasi saat ini sudah sangat keterlaluan. Dia pun berpandangan bahwa harus ada tindakan ekstrem jika diperlukan.

“Tapi, keadaan sudah keterlaluan. Sebetulnya DPR yang sudah membangkangi konstitusi harus dibubarkan,” ungkap dia.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Politik
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher