Menuju konten utama

Aliansi Mahasiswa Papua Tuntut Penutupan Freeport

Mahasiswa Papua menuntut Freeport segera ditutup karena merupakan bentuk kolonialisasi baru.

Aliansi Mahasiswa Papua Tuntut Penutupan Freeport
Massa gabungan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan FRI West Papua berdemo di depan Gedung Kantor Freeport Jakarta pada Kamis (29/3) siang. tirto.id/Tony Firman

tirto.id - Sekitar 70 orang gabungan dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan FRI West Papua mendatangi kantor PT Freeport Indonesia di Kuningan pada Kamis (29/3/2018) siang. Mereka menyerukan agar Freeport ditutup karena dinilai sebagai penjajahan di Papua.

Juru Bicara FRI West Papua, Surya Anta mengatakan bahwa Freeport adalah pintu masuk penjajahan di West Papua. Masuknya Freeport dianggap ilegal karena ketika itu wilayah West Papua belum masuk Indonesia.

"Menutup Freeport adalah satu kesatuan dari kepentingan menutup militerisme dan upaya-upaya penjajahan di tanah West Papua." ujar Surya Anta.

Selama keberadaan Freeport, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mengeksploitasi kekayaan alam, emas dan lain sebagainya. Sementara sebagian rakyat Papua terdampak limbah Freeport, kemiskinan, militerisasi dan penciptaan konflik horizontal berkepanjangan.

Sejak pukul 13.30, massa terus berorasi sambil menampilkan aksi teatrikal. Terdengar berkali-kali seruan dan nyanyian papua merdeka.

Rencananya, aksi kampanye serupa akan digelar serempak di berbagai kota besar pada 7 April 2018 mendatang.

Penolakan keberadaan Freeport di Papua yang berujung kekerasan terhadap sipil sudah dimulai sejak 1976, setelah perusahaan tambang itu mengantongi kontrak karya. Saat itu protes dilakukan oleh suku Amungme yang menolak lahan mereka dijadikan helipad dan basecamp untuk Freeport.

Aksi serupa tejadi lima tahun kemudian. Markus Haluk dalam buku Menggugat Freeport menyebut, 60 orang suku Amungme menjadi korban kekerasan militer dalam insiden itu.

Namun setahun kemudian Freeport menggusur suku Amungme untuk membangun Kota Tembagapura, tempat pemukiman pekerja Freeport. Saat itu protes besar-besaran terjadi. Protes menghasilkan kesepakan Januari Agreement 1974 antara Freeport McMoran, Pemerintah Indonesia, dan masyarakat suku Amungme.

Belakangan Freeport mengingkari perjanjian itu. Protes suku Amungme kembali terjadi sepanjang 1977-1994.

Pada 25 Desember 1994, masyarakat dari lembah Bela, Jila, Owea, Tsinga, dan Waa menggelar protes terhadap Freeport atas tindakan intimidasi, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan tanpa proses hukum, dan pembunuhan yang menimpa orang-orang Amungme dan Kamoro.

Ada sekitar 300 orang terlibat dalam aksi yang kemudian dibubarkan tentara Indonesia. Mereka dituduh OPM dan ditembak tanpa peringatan lebih dahulu. Dua orang Amungme tewas, lima orang hilang, 35 orang ditahan dan disiksa, semuanya dilakukan tanpa proses hukum.

Laporan lengkap mengenai aksi kekerasan tersebut dapat dibaca pada artikel berikut: Catatan Pembunuhan "Demi Freeport"

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Agung DH