Menuju konten utama

Operasi Militer di Papua Bukan Cara Bebaskan Pilot Susi Air

Socratez menilai ideologi dan nasionalisme untuk memerdekakan Papua Barat tidak dapat dibunuh dan dihilangkan dengan operasi militer.

Operasi Militer di Papua Bukan Cara Bebaskan Pilot Susi Air
Pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, Philips Max Marthin, yang disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka. FOTO/TPNPB-OPM

tirto.id - Presiden Persekutuan Gereja-Gereja Baptis West Papua, Socratez Sofyan Yoman, mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo perihal penyanderaan pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, Philip Mark Mertens.

Sejak 7 Februari 2023, Philip disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pimpinan Egianus Kogeya di Nduga.

Socratez menjelaskan dalam suratnya tersebut, ia meminta pemerintah Indonesia melihat secara utuh penyanderaan pilot Susi Air dengan persoalan kemanusiaan yang terjadi di Papua, khususnya terhadap orang asli Papua.

"Penyanderaan Philip tidak dilihat terpisah dari seluruh persoalan kemanusiaan, ketidakadikan dan kekerasan negara terhadap orang asli Papua," ucap Socratez, kepada Tirto, Senin (20/2/2023).

Tuntutan Egianus, kata Socratez tak bisa dipisahkan dari tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat untuk hak penentuan nasib sendiri.

Tunutan Egianus agar Papua Barat merdeka, menurut Socratez adalah juga tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat sejak tahun 1960 sampai sekarang. Sehingga, kata Socratez berharap pemerintah Indonesia tidak seenaknya menetapkan daerah operasi militer di Papua.

"Bapak Ir. Joko Widodo yang terhormat, tuntutan Egianus Kogeya adalah persoalan ideologi, nasionalisme dan hak dasar bagi rakyat dan bangsa Papua Barat. Ideologi dan nasionalisme tidak dapat dibunuh dan dihilangkan dengan operasi militer atau dengan pemberian uang suap kepada Egianus Kogeya atau dengan label teroris dan kelompok kriminal bersenjata," terang Socratez.

Socratez berharap pilot Susi Air dibebaskan dengan jalan negosiasi dan tidak menggunakan kekerasan militer, lantaran pendekatan kekerasan militer di Papua selama ini tidak pernah menyelesaikan masalah.

Sebaliknya kekerasan justru meningkatkan dan memperpanjang penderitaan penduduk orang asli Papua, pihak aparat keamanan dan rakyat sipil, serta warga asing di sana.

Sebelumnya, Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom menegaskan pihaknya tidak mau melepaskan si pilot kecuali pemerintah Indonesia melepaskan Papua dari Indonesia, meminta agar penerbangan masuk ke Kabupaten Nduga mulai sekarang disetop, dan menolak segala macam pembangunan di Nduga.

Alasan lain penyekapan ialah tujuan politik. Mereka menyasar Indonesia dan berharap dunia internasional memahami tujuannya: pelepasan daerah cum 'pertanggungjawaban'.

"Selandia Baru, Amerika, Uni Eropa, Inggris, Australia, mereka mendukung Indonesia jual senjata kepada tentara dan polisi Indonesia untuk bunuh orang asli Papua selama 61 tahun. Maka mereka harus bertanggung jawab, kami harus duduk bicara. Berunding," tutur Sebby.

Baca juga artikel terkait PENYANDERAAN PILOT SUSI AIR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto