tirto.id - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi menyatakan pihaknya tak sekadar mengusut konvoi ormas Khilafatul Muslimin di kawasan Cawang, Jakarta Timur, akhir pekan lalu. Tapi ada hal penting lainnya.
“Kami menangani kasus ini dengan dugaan tindak pidana organisasi masyarakat yang menganut, mengembangkan, menyebarkan paham dan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila,” ujar dia di Polda Metro Jaya, Selasa (7/6/2022).
“(Alasan) kedua, penyampaian berita bohong yang bisa menimbulkan keonaran,” sambung Hengki.
Polisi memiliki beberapa celah masuk untuk menangani perkara ini. Kesatu, di situs organisasi menginformasikan soal kegiatan organisasi. Hal itu pun diperkuat oleh sejumlah keterangan ahli dan hasilnya mereka menetapkan bahwa Khilafatul Muslimin memenuhi delik Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan.
Celah masuk berikutnya yakni penyebaran berita bohong. Contohnya, kata Hengki, ada video Khilafatul Muslimin yang berisi Pancasila dan UUD 1945 tak bisa bertahan lama, demokrasi bisa dilaksanakan dengan angkat senjata, kiai banyak berbohong di era demokrasi, dan tidak ada toleransi dalam Islam.
“Penangkapan hari ini adalah titik awal (untuk) membongkar organisasi ini,” ucap Hengki.
Penyidikan perkara akan berkesinambungan, apalagi organisasi ini memiliki 23 kantor wilayah dan 3 daulah yang tersebar di Sumatera dan Jawa.
Hengki menyatakan apa pun klaim Khilafatul Muslimin terkait mendukung Pancasila dan NKRI, kontradiktif dengan hasil penyelidikan dan penyidikan polisi.
“Yang terjadi justru bertentangan dengan Pancasila. Kami tidak menyidik konvoinya, tapi organisasinya.”
Pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja, pun resmi jadi tersangka. Ia dijerat Pasal 59 ayat (4) juncto Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky