Menuju konten utama

Alasan Kegagalan Denny JA Memprediksi COVID-19 Sirna Juni 2020

Denny JA menggunakan data sekunder untuk memprediksi akhir dari persebaran virus Corona di Indonesia.

Alasan Kegagalan Denny JA Memprediksi COVID-19 Sirna Juni 2020
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, memberikan pemaparan saat diskusi bertema "Menurunnya Kepercayaan Publik" di Jakarta, Rabu (13/11/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, pernah memprediksi COVID-19 akan selesai 99 persen pada Juni di Indonesia. Hal tersebut dikatakan lewat riset yang dilakukan lembaganya pada akhir April lalu.

Dalam video konferensi pers yang diunggah pada 30 April 2020, ia mengatakan hal tersebut terjadi dengan asumsi aneka protokol kesehatan yang digariskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pemerintah RI dipatuhi.

"Di era itu, yang terpapar virus Corona tentu tetap ada. Namun jumlah kasus baru terpapar grafiknya menurun signifikan. Puncak pandemik pada Mei 2020 sudah dilewati," kata Denny JA.

Denny mengatakan, Coronavirus akan selesai sebelum vaksin ditemukan. Menurut dia, bulan Juli-September 2020 adalah rentang waktu dimana virus Corona tak lagi menjadi masalah bagi dunia.

Selanjutnya, 100 persen Indonesia dan dunia bebas dari virus Corona ketika vaksin ditemukan. Rentang waktu penemuan virus sekitar Mei-Juli 2021.

"Ketika vaksin ditemukan, virus Corona berubah efeknya hanya seperti penyakit biasa yang tak lagi mematikan," tambah Denny.

Berbeda dengan umumnya riset LSI Denny JA, riset atas Corona ini bertujuan mengolah data sekunder.

"Hal ini bukan survei opini publik. Yang digali bukanlah persepsi publik atas virus Corona," katanya.

Namun, apa yang dikatakan Denny JA berbeda dengan kenyataan. Hingga 1 Juli 2020, di Indonesia ada 57.770 kasus Corona dengan 25.595 sembuh dan 2.934 meninggal. Ada penambahan 1.385 kasus dibanding sehari lalu.

Salah satu peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, mengaku bahwa lembaganya melakukan survei saat itu menggunakan data sekunder yang merujuk dari Worldometer, pengumpul data Corona dari negara-negara dunia dan Nanyang Technology University, Singapura.

Kata Rully, hampir semua data yang dikeluarkan dua sumber rujukan itu mengklaim telah ada penurunan COVID-19 di setiap negara. Kendati, akhirnya meleset.

"Akhirnya semua lembaga kan waktu itu meralat ulang prediksinya masing-masing, baik yang di Singapura juga. Namanya prediksi virus masih belum bisa sejalan dengan ilmu pengetahuan. Ini hal yang umum. Itulah namanya prediksi. Bukan tebakan pasti," kata Rully saat dikonfirmasi wartawan Tirto, Rabu (1/7/2020) sore.

Rully mengatakan tak hanya Indonesia saja yang meleset, negara lain pun demikian. Selain itu, imbuhnya, faktor lain pun memiliki kontribusi sehingga bisa meleset, contohnya seperti warga yang tak patuh dengan aturan negara masing-masing.

"Ini enggak cuma Indonesia aja yang meleset. Waktu itu kan prediksinya selesai di bulan Juni, dengan disclaimer semua warga patuh dengan metode masing-masing negara, mulai dari lockdown hingga PSBB. Ada faktor di luar prediksi juga yang membuat meleset," katanya.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali