Menuju konten utama

Aktivis Kritik Kinerja Komnas HAM di Kasus Konflik Agraria

Aktivis WALHI mengkritik kelambanan Komnas HAM dalam menangani kasus konflik agraria dan perebutan SDA. 

Aktivis Kritik Kinerja Komnas HAM di Kasus Konflik Agraria
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati (kanan) bersama Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Feri Kusuma (tengah) dan Mantan Komisioner Komnas Perempuan 1998-2003 Sjamsiah Ahmad (kiri) memberikan keterangan Pers mengenai Koalisi masyarakat sipil selamatkan Komnas HAM, di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (14/5/2017). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Khalisa Khalid mengkritik kinerja Komnas HAM dalam penanganan ribuan kasus konflik agraria dan perebutan sumber daya alam (SDA) yang dilaporkan publik ke lembaga itu.

Khalisa mencontohkan, pada 2012 sampai 2016, tercatat ada 1030 kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan publik ke Komnas HAM, khusus terkait konflik agraria dan perebutan (SDA) saja. Namun, menurut dia, sampai sekarang nasib penanganan mayoritas kasus itu belum jelas.

"Kami menyoroti akuntabilitas bukan saja soal anggaran, tapi juga (keterbukaan) soal sejauh mana penanganan kasus-kasus itu bisa di-update ke publik," kata Khalisa di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Jakarta pada Minggu (14/5/2017).

Khalisa juga menilai Komnas HAM masih lamban dalam merespon laporan kasus konflik agraria dan perebutan SDA. Dia mencatat, umumnya selama ini surat tanggapan baru muncul pada tiga bulan usai pengiriman pengaduan. Surat itu, menurut dia, baru sekedar pemberitahuan kepada pemerintah atau aktor-aktor yang terkait kasus.

Menurut Khalisa, Komnas HAM juga jarang aktif mempublikasikan informasi mengenai perkembangan penanganan kasus-kasus tersebut dan target penyelesaiannya. Bahkan, dia mengimbuhkan, di sebagian kasus, korban konflik agraria dan perebutan SDA justru semakin tertekan setelah kedatangan tim Komnas HAM.

"Itu kenapa kami mempertanyakan SOP (Standard Operasional Prosedur) penanganan kasus dan bagaimana (kalau) turun ke lapangan," kata dia.

Khalisa mengaku mengungkapkan kritik ini sebab khawatir kepercayaan publik terhadap lembaga negara ini akan semakin menyusut di masa mendatang. Akibatnya, penanganan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM bisa semakin melemah.

"Masyarakat pasti bertanya, makanya kita gedor ini kasus bagaimana kok belum selesai. Mereka (Komnas HAM) hanya bilang tunggu-tunggu, tanpa kepastian. Kasus-kasus struktural dan kasus-kasus agraria memang sulit, tapi kalau mereka (korban) tahu (target penyelesaian kasus) setidaknya ada harapan," kata Khalisa.

Dia mengingatkan kasus-kasus konflik agraria dan perebutan SDA sering melibatkan korporasi besar dan korban masyarakat sipil dalam jumlah banyak sehingga seharusnya menjadi prioritas Komnas HAM. Sayangnya, Khalisa menilai selama ini jarang ada kasus seperti itu yang penanganannya cepat.

Baca juga artikel terkait KONFLIK AGRARIA atau tulisan lainnya dari Chusnul Chotimah

tirto.id - Hukum
Reporter: Chusnul Chotimah
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Addi M Idhom