Menuju konten utama

Akal-akalan Firli Pakai Cap 'Taliban' & TWK untuk Pecat Pegawai KPK

Komjen polisi Firli Bahuri diduga telah mengincar puluhan pegawai KPK untuk disingkirkan sebelum 'tes wawasan kebangsaan'.

Akal-akalan Firli Pakai Cap 'Taliban' & TWK untuk Pecat Pegawai KPK
Ilustrasi integritas KPK dihancurkan. tirto.id/Lugas

tirto.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri memakai dalih 'Taliban' dan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk menyingkirkan 75 pegawai dari tugas sehari-hari memberantas korupsi. Dari ke-75 pegawai itu, Firli menyaring 24 orang bisa diangkat jadi aparatur sipil negara (ASN) asalkan mau mengikuti program "pembinaan'.

Materi TWK dalam sesi wawancara proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN pada Maret-April lalu, berisi pertanyaan-pertanyaan aneh penuh stigma, mengulik kehidupan pribadi dan seksualitas.

Sementara cap "Taliban" dipakai Firli untuk membunuh integritas para pegawai KPK. Tudingan kosong "radikal" itu diduga bertujuan menyelamatkan Firli dari sejumlah dugaan pelanggaran etik sehingga membuat jenderal polisi bintang tiga itu dipilih sebagai ketua KPK.

Penyingkiran 75 pegawai KPK ini mengabaikan rekam jejak integritas mereka memberantas korupsi, menyelamatkan duit negara yang digarong koruptor, serta berbagai penghargaan yang mereka peroleh demi menjaga marwah lembaga antirasuah tersebut tetap relevan perannya bagi publik dan demokrasi Indonesia.

Investigasi IndonesiaLeaks, konsorsium berbagai media termasuk Tirto di dalamnya, mendalami cerita bahwa sebagian dari 75 pegawai KPK yang disingkirkan itu sudah lama menjadi target untuk didepak Firli.

Target pertama menyasar ke lima penyelidik dan penyidik KPK. Sumber tim IndonesiaLeaks di internal KPK menyebut lima nama itu Andi Abdul Rachman Rachim, Harun Al Rasyid, Novel Baswedan, Rizka Anungnata, dan Yudi Purnomo. Kemudian targetnya berkembang menjadi 21 pegawai KPK.

Kabar ini didapatkan Kasatgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid dan Sekretaris Jenderal Wadah Pegawai KPK Farid Andhika dari Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, sekitar November 2020. Saat mereka bertemu di masjid area kantor KPK, Ghufron memberitahu daftar pegawai yang akan disingkirkan oleh Firli, jumlahnya 21 orang.

“Saya ingat jumlahnya karena menyamakan dengan bioskop twenty one,” kata Farid saat ditemui tim IndonesiaLeaks di daerah Palmerah, Jakarta Selatan, akhir Mei lalu.

Harun Al Rasyid ada di urutan pertama dalam daftar itu. “Kamu sudah ditandai,” kata Harun mengulang perkataan Ghufron saat ditemui tim IndonesiaLeaks di daerah Kota Bogor, akhir Mei lalu.

Tim Indonesialeaks telah meminta konfirmasi terkait ini melalui pesan WhatsApp kepada Nurul Ghufron. Hingga naskah ini ditayangkan, Ghufron belum merespons.

Harun Al Rasyid diduga didepak dari KPK karena melakukan operasi tangkap tangan kasus-kasus korupsi kakap, terutama yang beririsan dengan kepentingan politik. Dia penyelidik yang melakukan OTT terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada Februari 2021. Dua hari menjelang tugasnya dilucuti Firli, pada 11 Mei 2021, Harun memimpin OTT Bupati Nganjuk Nova Rahman Hidayat. Penanganan kasus OTT di Nganjuk ini kemudian dialihkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Harun juga melakukan OTT mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy menjelang Pilpres 2019. Bahkan pada 2018, dia bisa menggelar OTT tiga kali dalam sepekan.

Kiprah-kiprah itu membuat Harun dijuluki "Raja OTT" oleh kolega kerjanya. Ia punya istilah "menanam" dan "menuai" dalam penanganan kasus pemberantasan korupsi. Jika tak dinonjobkan Firli, Harun yakin sekarang ini musim "menuai" atau penangkapan koruptor.

“Sekarang ini setelah TWK justru musim 'menuai'. Saya minta Firli mencabut TWK karena saya mau menangkap banyak orang,” ujar Harun kepada tim IndonesiaLeaks.

Wakil ketua Wadah Pegawai KPK ini juga memimpin Satgas DPO KPK yang memburu Harun Masiku, politikus PDI Perjuangan yang menjadi buronan sejak 17 bulan lalu. Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi yang menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Harun Masiku diduga berada di Indonesia pada Mei lalu.

Selain Harun Al Rasyid, puluhan nama pegawai KPK yang dipecat digolongkan atas sejumlah klaster.

Klaster pertama adalah enam pengurus Wadah Pegawai KPK yaitu Novel Baswedan dan timnya. Klaster berikutnya adalah pegawai menolak revisi UU KPK. Selanjutnya penyidik kasus “rekening gendut” Budi Gunawan yang sekarang menjabat kepala Badan Intelijen Negara. Lalu, tiga penyelidik pelanggaran kode etik Firli ketika masih menjabat Deputi Penindakan KPK saat Firli menemui Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi. Klaster terakhir, satu pegawai yang menyelidiki pelanggaran kode etik Firli menyewa helikopter untuk perjalanan pribadi.

Firli Bahuri membantah membuat daftar 21 nama itu. “Apa kepentingan saya membuat list orang? Tidak ada kaitannya. Orang lulus tidak lulus karena dia sendiri,” ujar Firli dengan nada meninggi dan menudingkan telunjuknya ke tim IndonesiaLeaks di Gedung DPR RI, Kamis pekan lalu.

Firli mengklaim pimpinan dan pegawai KPK punya hak sama untuk mengikuti seleksi tes wawasan kebangsaan. Sehingga 21 nama dan kini berkembang jadi 75 atau 5,4 persen pegawai diklaimnya dinonjobkan hanya karena tidak lolos TWK.

“Pola kerja KPK tidak bergantung orang per orang," katanya. "Kami bekerja sesuai sistem, sesuai ketentuan undang-undang. Sehingga siapa pun yang ada di KPK semangatnya sama untuk melakukan pemberantasan korupsi. Sampai hari ini saya yakin masih punya semangat itu."

Cap kosong 'Taliban'

Narasi 'Taliban' dan 'radikal' dipakai untuk memojokkan para pegawai KPK yang tak lolos TWK. Indikatornya: mengakui di KPK ada kelompok Taliban yang dalam menjalankan tugas hanya takut kepada Allah dan kebenaran dan menyetujuinya.

TWK melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BIN, Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mabes TNI, dan Dinas Psikologi TNI-AD.

Juru Bicara BNPT Brigjen Eddy Hartono menyatakan terlibat dalam TWK karena undangan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan bagian dari upaya "pencegahan terorisme."

“Ada permintaan dari BKN. Sebenarnya bukan karena isu Taliban. Enggak ada bicara masalah Taliban. Isu Taliban itu tidak jelas sumbernya,” kata Eddy kepada tim IndonesiaLeaks, akhir pekan kemarin.

Cap 'Taliban' pertama kali disematkan oleh Neta S. Pane, ketua Indonesia Police Watch, terhadap "kubu" Kasatgas Penyidikan KPK Novel Baswedan, pada 5 Mei 2019. Dasar tudingannya saat itu KPK panen OTT kasus para pendukung kandidat Pilpres 2019 Jokowi-Ma'ruf Amin. Beberapa bulan berikutnya, sebutan 'Taliban' semakin menggema di ruang digital yang digaungkan Denny Siregar. Denny berkicau Firli Bahuri akan membersihkan kelompok Taliban yang bersarang di KPK. Pada saat tudingan kosong ini digaungkan di media sosial, para politikus di DPR menyetujui usulan merevisi UU KPK melalui rapat paripurna berdurasi 20 menit yang hanya dihadiri 70 dari 560 anggota legislatif.

Konteks lainnya, saat itu Firli dipilih oleh DPR untuk menjadi ketua KPK. Padahal ia tersangkut kasus dugaan pelanggaran etik berat saat menjabat direktur penindakan KPK: dua kali bertemu Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi saat KPK menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham pemerintah daerah di PT Newmont pada 2009-2016.

Sebanyak 114 penyidik dan penyelidik KPK juga melayangkan protes atas dasar Firli diduga menghambat penanganan berbagai perkara, bocornya informasi penyelidikan, hingga perlakuan istimewa ke beberapa saksi. Sekitar 500 pegawai KPK menolak Firli menjadi pimpinan mereka.

Di internal KPK, Firli disebut-sebut berdalih perlu ada TWK karena merasa perlu mengikis 'Taliban'.

“Kalian lupa? Di sini dulu banyak 'Taliban’,” kata sumber tim IndonesiaLeaks menirukan Firli saat mengusulkan TWK lewat forum rapat pimpinan di lantai 15 Gedung KPK, pada 5 Januari 2021.

Infografik HL Indepth TWK KPK

Infografik HL Indepth Proses TWK Bermasalah. tirto.id/Lugas

Pasal "Selundupan" TWK

Dalih 'Taliban' itu diduga membuat Firli Bahuri mulai mengambil alih pembahasan peraturan KPK tentang alih status pegawai menjadi ASN, sejak Januari 2021.

Berdasarkan temuan tim IndonesiaLeaks, sejak 27 Agustus 2020 hingga 5 Januari 2021, para pegawai dan pimpinan KPK merancang peraturan komisi (Perkom) KPK itu dan memperbaikinya hingga puluhan kali. Hingga saat itu, belum ada satu pun pasal terkait TWK.

Kemudian, pada 25 Januari 2021, diadakan rapat pimpinan KPK yang membahas draf Perkom tersebut. Dalam rapat ini Firli meminta penambahan pasal terkait TWK.

Lalu, pada 26 Januari 2021, Firli diduga telah meneken Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang tata cara pengalihan status pegawai menjadi ASN. Pada hari sama, Firli hadir sendiri dalam rapat harmonisasi KPK di Kementerian Hukum dan HAM. Dia membawa Perkom KPK yang telah mengatur terkait TWK, yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (4). Pada 27 Januari, Perkom KPK itu diundangkan dan diterbitkan dalam berita negara No.49 Tahun 2021.

“Kepala Biro Hukum KPK dipaksa untuk memasukkan TWK. Padahal anggaran belum ada. Nota kerja sama, MoU belum ada,” sebut sumber IndonesiaLeaks yang mengetahui tahapan pembuatan draf Perkom KPK.

Terkait kedatangan Firli sendirian ke Kemenkumham, tim IndonesiaLeaks telah melayangkan surat permohonan klarifikasi ke kementerian tersebut. Namun, hingga laporan ini dirilis, belum ada respons dari Kemenkumham. Sedangkan Firli mengklaim alih status pegawai lewat Perkom KPK 1/2021 itu sudah didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Firli diduga menciptakan kewenangan sendiri untuk menyelenggarakan TWK melalui pasal 5 ayat (4) Perkom 1/2021. Sebanyak 15 pegawai KPK mengadukan kejanggalan yang dilakukan Firli tersebut ke Komnas HAM.

Para pegawai KPK itu menilai upaya-upaya penyingkritan dan pemecatan terhadap mereka merupakan langkah nyata menghilangkan independensi KPK.

=========

Laporan ini terselenggara berkat kolaborasi media lewat konsorsium IndonesiaLeaks terdiri atas Tirto, Tempo, Suara.com, Jaring.id, Independen.id, The Gecko Project, dan KBR.

Baca laporan lain IndonesiaLeaks tentang penghapusan barang bukti korupsi di internal KPK:

- Bukti Baru Buku Merah

- Detik-Detik Perusakan Barang Bukti Buku Merah

- Teka-Teki Buku Merah: Antara Novel Baswedan, KPK, dan Pertemuan di Pattimura

Baca juga artikel terkait TWK KPK atau tulisan lainnya dari Indonesia Leaks

tirto.id - Indepth
Reporter: Indonesia Leaks
Penulis: Indonesia Leaks
Editor: Indonesia Leaks