tirto.id - Mudzakkir selaku ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengatakan dirinya telah menganalisis tiga poin terkait dengan pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu.
Hal tersebut disampaikannya saat memberikan keterangan dalam sidang kesebelas kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2/2017).
"Yang paling penting ada tiga poin dalam konteks itu, dia [Ahok] katakan terkait dengan 'jangan percaya pada orang'. Yang kedua adalah 'maka kamu enggak memilih saya kan'. Ketiga 'dibohongi' pakai Al-Maidah 51 dan seterusnya. Bagian berikutnya kata 'dibohongi' itu diulangi lagi dalam bentuk bahasa lain dinyatakan 'dibodohi'," ungkap Mudzakkir dikutip dari Antara.
Lebih lanjut Mudzakkir mengatakan terkait dengan kalimat "jangan percaya pada orang" yang disebut Ahok, ia menjelaskan kata "orang" dalam konteks itu berarti "orang" yang menyampaikan Al-Maidah ayat 51.
"Orang itu siapa, saya konstruksikan jadi satu kesatuan. Orang itu adalah orang yang menyampaikan Al-Maidah 51. Maknanya demikian, orang yang menyampaikan Al-Maidah 51," ujarnya.
Yang kedua, lanjutnya, adalah di kalimat "maka kamu enggak memilih saya kan", ia menyatakan ungkapan yang disebut Ahok berarti menyampaikan materi yang berkaitan dengan konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Karena Al-Maidah 51 disampaikan oleh yang bersangkutan [Ahok], maka "memilih saya" dalam konteks ini adalah pengucap atau pengujar kalimat itu tidak terpilih karena Al-Maidah 51," tuturnya.
Terakhir, kata dia, soal kata "dibohongi" dan dibodohi", ia menilai kata-kata tersebut berhubungan dengan Al-Maidah ayat 51.
"Dengan demikian ada tiga penggalan kata atau kalimat yang punya makna satu sama lain," ucap Mudzakkir.
Sebelumnya, ahli agama Islam dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul Akhyar dan ahli agama Islam dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas juga telah memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Ahok.
Atas kasus itu, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto