Menuju konten utama

Ahli Benarkan Pernyataan Gus Dur Soal Pemimpin Non-Muslim

Mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menyebutkan bahwa Surat Al Maidah ayat 51 tidak mengatur soal larangan memilih pemimpin non-muslim.

Ahli Benarkan Pernyataan Gus Dur Soal Pemimpin Non-Muslim
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama berjalan memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3). Sidang ke-13 itu beragenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang meringankan terdakwa. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Pakar hukum Islam KH. Ahmad Ishomuddin membenarkan soal pernyataan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menyebutkan bahwa Surat Al Maidah ayat 51 tidak mengatur soal larangan memilih pemimpin non-muslim.

Hal itu disampaikan KH. Ahmad saat memberikan keterangan dalam sidang ke-15 dugaan penodaan agama oleh calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3/2017).

"Benar, pada masa Rasulullah SAW ayat itu sesungguhnya untuk melindungi umat Islam dan ajaran Islam dari orang-orang yang membencinya yaitu orang Yahudi dan orang Nasrani yang saling bekerja sama dan bersatu untuk memusuhi Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Jadi, itu urusan agama bukan pemilihan umum," kata Ahli Ushul Fiqih IAIN Raden Intan Lampung, Ahmad Ishomuddin dikutip dari Antara.

Sebelumnya Gus Dur pernah mengatakan hal itu saat mengikuti kampanye untuk mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Eko Cahyono di Pilgub Bangka Belitung 2007.

"Apakah non-muslim bisa menjadi Gubernur di Indonesia?," tanya anggota tim kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat.

"Iya asal menang," jawab Ahmad.

"Termasuk di Jakarta?," tanya Humphrey kembali.

"Iya asal menang," jawab Ahmad lagi.

Lebih lanjut Ahmad menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan untuk menduduki jabatan pemerintahan tanpa pengecualian.

"Sehingga mempunyai makna bahwa baik muslim maupun non-muslim sama-sama memiliki hak politik, salah satunya memiki hak untuk menjadi pemimpin di negara sendiri," tutur Ahmad.

Dalam persidangan itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara sempat mempertanyakan posisi Ahmad yakni sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Ahmad pun menegaskan bahwa dirinya tidak mewakili organisasi dibelakangnya. "Saya hadir di tempat ini bukan mewakili PBNU, bukan mewakili MUI juga karena saya juga salah satu Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI dan juga bukan mewakili instansi tempat saya bekerja, saya hadir sebagai pribadi," ucap Ahmad.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto