tirto.id - Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga mengkritik pertemuan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 8-14 Oktober 2018. Mereka menilai acara itu terlalu mahal dan tidak mendatangkan keuntungan. Sebaliknya, pemerintah tetap berpandangan bila agenda IMF itu memberikan manfaat, khususnya di bidang pariwisata.
Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan Koalisi Adil dan Makmur sepakat untuk tidak mengirimkan delegasinya dalam pertemuan tahunan itu. Alasannya, acara yang menghabiskan anggaran hingga Rp855,5 miliar ini terlalu mewah dan boros. Angka itu juga dianggap terlalu bombastis bila dibandingkan dengan penyelenggaraan sebelumnya.
Akan tetapi, Dahnil tak merinci negara mana saja yang menyelenggarakan pertemuan itu dengan dana lebih kecil daripada Indonesia. “Karena tidak mungkin lagi dibatalkan, Koalisi Adil dan Makmur mengusulkan pada pemerintah untuk menurunkan standar kemewahan pesta pertemuan tahunan IMF dan World Bank,” kata Dahnil di Kertanegara, Jumat (5/10/2018).
Selain itu, kata Dahnil, Indonesia tengah berduka karena gempa di Lombok dan tsunami di Palu-Donggala. Ia mengklaim pertemuan tahunan itu tak memberi dampak ekonomi yang signifikan. Apalagi saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai angka di atas Rp15 ribu.
“Sama sekali tidak ada efek dari pertemuan ini bagi penguatan rupiah. Pun demikian dengan current account defisit kita,” ucapnya.
Anggapan Dahnil itu bertolak belakang dengan pendukung pemerintah. Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supatikno menegaskan bahwa pertemuan IMF di Bali itu akan membuat Indonesia untung sesuai dengan efek pengganda lokal atau disebut dengan domestic multiplier effect.
Hendrawan menyatakan, pertemuan IMF di Bali yang menghabiskan dana sekitar Rp855,5 miliar itu diharapkan dapat memberikan keuntungan lebih besar dengan tambahan devisa pariwisata. “Kedatangan turis artinya devisa pariwisata meningkat. Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi dengan efek pengganda lokal,” kata Hendrawan kepada Tirto, Senin (8/10/2018).
Hal senada diungkapkan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Nasdem Johnny G. Plate. Menurutnya, keuntungan industri pariwisata Bali akan mengalami peningkatan setengah persen pada hari acara tahunan IMF-WB digelar.
“Ini memberikan peningkatan kenaikan regional ekonomi Bali dan tentu itu memberikan dampak juga kepada perekonomian nasional kita, ada beberapa daerah tujuan wisata mendapat perhatian luar biasa,” kata Johnny.
Anggaran Dinilai Berlebihan
Pertemuan tahunan IMF di Bali ini memang disokong anggaran yang tak bisa dibilang sedikit. Setidaknya, menurut klaim terakhir, uang yang dialokasikan buat pertemuan ini mencapai Rp855,5 miliar; terdiri anggaran tahun 2017 sebesar Rp45.415.890.000 dan anggaran tahun 2018 sebesar Rp810.174.102.550.
Namun, tak semua uang sebanyak itu berasal dari APBN. Sebesar Rp137 miliar adalah kontribusi dari Bank Indonesia. Sisanya, Rp672,59 miliar, dari saku Kemenkeu (APBN). Pagu yang ditetapkan BI berkurang setelah pada Agustus 2018 ada rencana mengalokasikan hingga Rp243 miliar.
Jumlah nominal Rp855,5 miliar jadi nominal teranyar yang dikutip banyak media. Sebelumnya, muncul banyak versi: ada yang mengutip angka Rp841 miliar, Rp817 miliar, Rp868 miliar, dan bahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pernah menyebut angka Rp1,1 triliun. Itu hanya untuk biaya operasional. Belum termasuk untuk keperluan lain semisal uang untuk memperbaiki dan membuat infrastruktur.
Anggaran sebesar itu yang kemudian mendapat banyak sorotan, termasuk dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. “Terhadap kritik yang menilai biaya perhelatan ini kelewat besar, pemerintah bisa berikan penjelasan dan klarifikasi yang gamblang dan transparan,” cuit SBY melalui akun Twitter pribadinya @SBYudhoyono, pada 7 Oktober, pukul 9.39 PM.
SBY menambahkan, agar tidak terjadi fitnah dan hoaks, DPR RI bisa meminta penjelasan kepada pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga dapat lakukan audit apakah terjadi pemborosan atau tidak.
"Negara kita miliki sistem & tatanan yg baik jika ada "perselisihan". Namun, berikan kesempatan kpd negara menjadi tuan rumah yg baik *SBY*," demikian cuit SBY terkait pro dan kontra pertemuan IMF yang berlangsung di Bali pada 8-14 Oktober 2018.
Presiden Joko Widodo pun akhirnya menjawab kritikan sejumlah kalangan mengenai penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF di Bali pada 8-14 Oktober 2018.
“Annual Meeting sebesar itu 15.000 [orang] yang datang jadi rebutan semua negara, karena meeting seperti itu pasti memiliki dampak, paling tidak memberikan citra yang baik terhadap negara yang dipakai untuk pertemuan itu,” kata Presiden Jokowi usai menyampaikan orasi ilmiah di Universitas Sumatra Utara (USU), Medan, Sumut, Senin pagi (8/10/2018) seperti dikutip laman resmi Setkab.
Mengenai anggaran yang disebut sejumlah kalangan cukup besar, Presiden Jokowi mengatakan, bahwa anggaran itu dipakai untuk memperluas appron di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, dipakai untuk membuat terowongan, persimpangan yang ada di Bali sehingga tidak macet.
“Artinya, itu juga akan kita gunakan terus, terowongan dan appron untuk parkir bandara akan kita gunakan terus bukan sesuatu yang hilang,” ujar Presiden Jokowi.
Meskipun dihadiri oleh lebih dari 15.000 peserta, Jokowi menegaskan, bahwa mereka itu membiayai dirinya sendiri. “Hotel bayar sendiri, makan bayar sendiri,” kata Jokowi.
Presiden Jokowi justru berharap pertemuan IMF-Bank Dunia itu akan memperkuat promosi untuk tempat wisata yang ada di Indonesia. “Saya kira tujuannya ke sana [promosi wisata]” kata Jokowi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz