tirto.id -
Caranya, kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon, dengan memperbolehkan warga mampu untuk ikut asuransi kesehatan umum yang dijual perusahaan asuransi jiwa.
Pada kuartal ketiga tahun 2019 AAJI mencatat realisasi klaim asuransi kesehatan yang dimiliki industri asuransi jiwa mencapai Rp8,17 triliun atau naik 15,8 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Artinya, jika industri asuransi jiwa tidak menjual asuransi kesehatan, diperkirakan klaim tersebut akan ikut menambah beban defisit BPJS Kesehatan senilai Rp8,17 triliun.
Jika dirata-ratakan per bulan, lanjut dia, maka realisasi klaim kesehatan selama sembilan bulan dari industri asuransi jiwa yang mencapai Rp8,17 triliun itu bisa mencapai sekitar Rp800-900 miliar.
Jumlah itu belum termasuk realisasi klaim kesehatan dari industri asuransi umum yang bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari realisasi klaim kesehatan asuransi jiwa.
"Sehingga dari sudut pandang lain, AAJI duduk bersama AAUI keluar dengan satu ide, satu usulan untuk ditawarkan kepada BPJS Kesehatan supaya masyarakat Indonesia yang mampu itu ikut asuransi sehingga klaim ada di kami dan BPJS Kesehatan biar yang sosial," kata Budi di Jakarta, Rabu (11/12/2019) seperti dikutip Antara.
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengatakan defisit anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa mencapai Rp77 triliun pada akhir 2024, bila tidak ada upaya fundamental untuk mengatasinya.
"Kami akan melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019, tetapi kami juga ingin berkontribusi untuk menyelesaikan masalah ini," kata Fachmi dalam Rapat Kerja Komisi IX di Jakarta, Rabu (6/11).
Fachmi mengatakan utang BPJS Kesehatan kepada rumah sakit yang sudah jatuh tempo mencapai Rp21,1 triliun. Hingga akhir 2019 diperkirakan defisit BPJS Kesehatan akan mencapai Rp32 triliun.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana