tirto.id - Pemerintah telah resmi memberlakukan aturan kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada Senin (1/7/2024). Namun, hingga batas terakhir pemadanan NIK dengan NPWP pada 30 Juni 2024, masih terdapat 670 ribu Wajib Pajak (WP) orang pribadi yang belum melakukan pemadanan.
“Per tanggal 30 Juni 2024 pukul 09.00 WIB, sebagian besar NIK sudah dipadankan sebagai NPWP. Dari total 74,68 juta Wajib Pajak orang pribadi penduduk, tersisa sebanyak 670 ribu atau 0,9 persen NIK-NPWP yang masih harus dipadankan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, saat dikonfirmasi Tirto, Selasa (2/7/2024).
Dwi bilang, sebagai sanksi, nantinya wajib pajak yang belum melakukan pemadanan NIK-NPWP akan mengalami kesulitan dalam mengakses layanan perpajakan, termasuk layanan administrasi pihak lain yang mensyaratkan NPWP. Sebab, setelah 1 Juli 2024 secara berangsur layanan pajak hanya dapat diakses menggunakan NIK.
“Jumlah layanan administrasi yang berbasis NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU akan terus mengalami penambahan. Secara bertahap, kami akan mengumumkan penambahan jenis layanan yang sudah mengakomodasi NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU (Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha),” imbuh Dwi.
Selain itu, dia juga menegaskan, DJP tidak akan memberikan waktu tambahan alias perpanjangan bagi wajib pajak yang belum memadankan NIK-NPWP.
“Sampai saat ini tidak ada kebijakan perpanjangan waktu untuk melakukan pemadanan NIK-NPWP,” tegas Dwi.
Sementara itu, terhitung sejak 1 Juli 2024 sudah terdapat 7 layanan administrasi perpajakan yang dapat diakses menggunakan NIK, NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU antara lain:
1. Pendaftaran Wajib Pajak (e-Registration);
2. Akun profil Wajib Pajak pada DJP Online;
3. Informasi konfirmasi status Wajib Pajak (info KSWP);
4. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-Bupot 21/26);
5. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-Bupot Unifikasi);
6. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-Bupot Instansi Pemerintah); dan
7. Pengajuan keberatan (e-Objection).
Dwi juga mengatakan, berdasarkan peraturan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Format 16 (enam belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan, jika terdapat layanan tertentu selain 7 layanan di atas maupun layanan yang tidak masuk dalam daftar pengumuman yang akan dikeluarkan DJP, wajib pajak tetap dapat mengaksesnya dengan menggunakan NPWP 15 digit. “Karena itu, wajib pajak tidak perlu khawatir karena seluruh layanan perpajakan tetap dapat dimanfaatkan Wajib Pajak,” lanjutnya.
Sedangkan bagi pihak lain yang terdampak NIK sebagai NPWP maupun NPWP 16 digit, DJP memberikan waktu penyesuaian sistem sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.
“Pihak lain yang dimaksud adalah badan atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan perpajakan yang mencantumkan NPWP dalam pemberian layanannya,” jelas Dwi.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang