tirto.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengajukan permohonan pencekalan lima orang saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembebasan lahan pada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta tahun anggaran 2018.
Kasi Penkum Kejati DKI, Ashari Syam mengatakan, permohonan pencekalan ini telah diajukan ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham pada Selasa 24 Mei 2022 lalu.
"Ini terkait penyidikan dugaan perkara tindak pidana korupsi pembebasan lahan oleh Distamhut DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur tahun 2018," kata Ashari dilansir dari Antara, Rabu (8/6/2022).
Lima orang saksi yang dicegah ke luar negeri itu adalah JFR, PWN, HSW, HH dan LDS. Namun, ia belum menjelaskan secara detail apakah lima orang saksi itu berpotensi menjadi tersangka atau tidak dalam perkara ini.
Ashari juga menjelaskan bahwa permohonan pencekalan ini untuk kepentingan penyidikan karena keterangan mereka dibutuhkan dalam proses penuntasan perkara.
Ia juga menambahkan bahwa pencegahan ke luar negeri terhadap lima orang saksi itu dilakukan selama enam bulan dan dapat diperpanjang hingga proses penyidikan telah rampung.
Kejati DKI menaikkan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di Cipayung, Jaktim ke penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: Print-01/M.1/Fd.1/01 /2022 tanggal 19 Januari 2022.
Selain memeriksa saksi-saksi, tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejati DKI juga sempat menggeledah Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta pada Kamis 20 Januari 2022 lalu.
Berdasarkan hasil penyidikan sementara, diperoleh fakta bahwa notaris berinisial LDS bersama JFR selaku makelar atau calo melakukan pengaturan harga terhadap sembilan pemilik tanah di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Kesembilan pemilik lahan tersebut hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1.600.000 per meter.
Sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Pertamanan Dan Hutan Kota DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp2.700.000 per meter.
"Sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati Notaris LDS dan JFR sebesar Rp17,7 miliar dan diduga juga mengalir ke sejumlah oknum di Distamhut dan para pihak terkait," jelas Ashari.