tirto.id - “Menyesal karena tidak mampu menyelesaikan konflik dengan cepat sesuai mimpi para jemaat. Untuk itu izinkan saya memohon maaf karena telat 15 tahun.”
Wali Kota Bogor, Bima Arya mengucapkan dua kalimat itu di depan para jemaat saat meresmikan gedung Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pengadilan Pos Jemaat Bogor Barat—atau dikenal dengan GKI Yasmin—saat ibadah paskah pada 9 April 2023. Bagi Bima, peresmian gereja itu memunculkan rasa bahagia sekaligus sesal karena sempat membiarkan para jemaat kesulitan beribadah selama belasan tahun.
Hari itu, Pemerintah Kota Bogor meresmikan gedung gereja tersebut setelah proses pembangunan yang memakan waktu dua tahun pasca konflik yang terjadi kurang lebih selama 15 tahun terakhir. Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro turut hadir dalam acara itu.
“Bagi teman GKI, gereja ini adalah wujud dari mimpi yang dicita-citakan dan tempat yang diinginkan untuk beribadah. Tapi bagi kita semua, gereja ini adalah sumber hikmah bahwa keberagaman dan toleransi tidak akan bisa tumbuh hanya dengan retorika dan narasi semata," lanjut Bima.
Dalam pidato yang sama, Bima menyitir ucapan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid—atau yang beken disapa Gus Dur: “Almarhum Gus Dur pernah mengatakan, menerima perbedaan bukan satu kelemahan, tetapi awal dari satu kekuatan.”
Bangunan gereja di atas lahan seluas 1.668 meter persegi di Desa Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat tersebut bisa dibangun atas rekomendasi pembangunan rumah ibadah yang diterbitkan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bogor pada Mei 2021.
Padahal, pada Desember 2017, jemaat GKI Yasmin masih harus merayakan natal di depan Istana Negara karena sulitnya beribadah di gereja mereka sendiri yang disegel oleh Pemkot Bogor. Tahun itu adalah tahun kelima bagi jemaat GKI Yasmin beribadah di depan Istana Negara—bersama jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia yang mengalami kasus serupa di Kabupaten Bekasi.
Jatuh Bangun Nasib Jemaat di Bawah Rezim Penguasa Kota Bogor
Semua berawal ketika Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor secara tiba-tiba meneken surat No. 503/208-DTKP tentang pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah milik jemaat GKI Yasmin yang ada di Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat pada 14 Februari 2008.
Surat itu sebenarnya bertentangan dengan IMB rumah ibadah yang diberikan oleh Wali Kota-nya sendiri, Diani Budiarto, dua tahun sebelumnya lewat Surat Keputusan Wali Kota Bogor No. 645.8-372, tertanggal 13 Juli 2006.
Jemaat akhirnya menggugat keputusan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Setelah melewati sejumlah persidangan, Mahkamah Agung (MA) menolak peninjuan kembali yang dilakukan oleh Pemkot Bogor dan menyatakan IMB milik gereja GKI Yasmin sah pada 9 Desember 2020. Di hadapan hukum, jemaat gereja adalah pemenang.
Namun, karena terdapat penolakan berdirinya gereja dari sejumlah warga—termasuk juga ada tudingan “pemalsuan persetujuan warga” yang dilakukan pihak gereja, Wali Kota saat itu kalah tekanan. Pada 2011, Diani malah mencabut IMB rumah ibadah GKI Yasmin yang ditekennya sendiri lima tahun sebelumnya lewat Surat Keputusan Wali Kota Bogor No. 645.45-137, tertanggal 11 Maret 2011.
Padahal, dalam dokumen putusan MA tahun 2010 itu, diketahui pada 10 Maret 2002 jemaat berhasil mengumpulkan tanda tangan sebanyak 170 orang warga sekitar Kelurahan Curug Mekar yang merasa tak keberatan didirikannya gereja. Satu tahun setelahnya, 1 Maret 2003, 127 warga juga bermusyawarah dan tak menolak adanya pendirian gereja di Kelurahan Curug Mekar.
Beberapa bulan setelah pencabutan IMB oleh Wali Kota Diani, Ombudsman RI mengeluarkan surat rekomendasi kepada Pemkot Bogor dengan tembusan Presiden agar segera mencabut Surat Keputusan (SK) pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GKI Yasmin. Lembaga itu menilai Diani telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pengabaian kewajiban hukum serta menentang putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) Nomor 127 PK/TUN/2009 dengan keputusannya tetap mencabut IMB GKI Yasmin.
Saat itu, Diani tidak mematuhi rekomendasi Ombudsman RI. Ia justru menyegel sepenuhnya GKI Yasmin pada 10 April 2012 dengan mengerahkan Satpol PP.
“Waktu itu kebetulan ada Bu Lily Wahid [adik Gus Dur] sedang di dalam gereja. Sebelumnya ada sekumpulan ormas yang mengepung,” kata Kris Hidayat, salah satu jemaat GKI Yasmin kepada Tirto pada 2017 lalu.
Relokasi Tak Selesaikan Masalah?
Rezim berganti. Di bawah kepemimpinan politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Bima Arya, Pemkot Bogor melakukan sejumlah upaya untuk menyelesaikan masalah GKI Yasmin, termasuk mengadakan 30 pertemuan resmi dan 100 pertemuan informal dengan masyarakat.
Salah satu langkah yang diambil Bima adalah memberi hibah lahan untuk jemaat GKI Yasmin di tempat yang berbeda dari lokasi awal—atau relokasi ke tempat baru. Yang awalnya ada di Kelurahan Curug Mekar, Pemkot memberikan lahan di Kelurahan Cilendek Barat.
Sejak dua tahun lalu, langkah Bima untuk memberi hibah lahan baru guna relokasi dari wilayah awal yang berkonflik hukum memang bikin suara di internal pengurus GKI Yasmin terpecah. Saat penyerahan Berita Acara Serah Terima (BAST) hibah lahan dua tahun lalu, Ketua Majelis Jemaat GKI Pengadilan Bogor Krisdianto yang langsung menerima.
Sedangkan di sisi lain, Juru Bicara GKI Yasmin saat itu, Bona Sigalingging, menolak upaya relokasi. Kata dia saat itu, upaya relokasi yang ditempuh Bima hanya memecah belah suara di internal jemaat dan tidak menyelesaikan masalah secara komprehensif.
“Buka segera gereja sah kami," kata dia, 15 Juni dua tahun lalu.
“Segel ilegal yang dipasang oleh Pemkot Bogor pada bangunan gereja GKI Yasmin masih dibiarkan terpasang. Serah terima Akta Hibah yang dilakukan Bima Arya sekali lagi bukan merupakan tindakan hukum yang diperintahkan oleh Mahkamah Agung dan Ombudsman kepada Wali kota Bogor," lanjut Bona.
Saat dihubungi ulang oleh wartawan Tirto pada Senin sore (10/4/2023), Bona sudah tidak menjabat lagi sebagai Juru Bicara GKI Yasmin. Ia menyebut bahwa gereja yang diresmikan Bima di Kelurahan Cilendek Barat bukan gereja yang sama dengan gereja jemaat yang memiliki dasar IMB tahun 2006 tersebut.
“Tidak sepatutnya dianggap sebagai bagian dari penyelesaian dari sebuah ketidakpatuhan hukum seorang pejabat publik terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” kata Bona.
Kata dia, gereja yang diperjuangkan jemaat selama ini adalah gereja berada di Kelurahan Curug Mekar, yang keabsahannya dikuatkan oleh putusan-putusan pengadilan hingga Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap Nomor 127 PK/TUN/2009 tertanggal 9 Desember 2010. Namun, hingga hari ini masih disegel kendati sah secara hukum.
“Gereja GKI Yasmin sebagaimana dimaksud dalam putusan MA itu sampai dengan hari ini adalah tetap tidak diperkenankan untuk dibuka dalam fungsi rumah ibadah gereja sebagaimana dimaksud dalam IMB dan putusan pengadilan,” kata dia.
Bona menilai, pemerintah seharusnya menegakkan hukum dan konstitusi tanpa kecuali dan tidak melakukan permakluman-permakluman publik dengan dalih apa pun.
“Padahal sejatinya semua yang ditampilkan dalam ‘acara peresmian’ tersebut di atas adalah sebuah contoh kegagalan negara dalam melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,” tambahnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz