tirto.id - Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, disebut akan mengubah skema penyaluran subsidi energi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan listrik menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Mengenai hal ini, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyambut baik rencana ini karena menurutnya, skema subsidi energi kepada barang memang masih salah sasaran.
“Kalau benar itu akan diubah skemanya dalam bentuk BLT, itu saya kira sangat tepat gitu ya. Karena saat ini subsidi by product yang saat ini diberlakukan itu potensi salah sasarannya besar sekali. Kalau dari data tahun lalu, sekitar Rp90 triliun per tahun, mungkin sekarang sudah Rp120 triliun,” ujar Fahmy saat dihubungi Tirto, dikutip Selasa (01/10/2024).
Oleh karena itu, Fahmy mengungkapkan jika skema subsidi energi ini mau diubah menjadi bantuan langsung tunai (BLT), maka penyalurannya akan lebih tepat sasaran. Namun meski begitu, dia menekankan untuk merealisasikannya tentu membutuhkan data penerima yang terbaru.
“Yang perlu diperhatikan adalah updating data, siapa yang berhak memperoleh BLT untuk subsidi BBM itu,” jelas Fahmy.
Fahmi menuturkan, data itu bisa didapatkan dari penerima bantuan sosial (bansos) yang selama ini sudah disalurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) untuk pembagian BLT.
“Tetapkan saja yang berhak menerima dari BLT tadi ya artinya ditambahkan berapa subsidi yang diperoleh untuk setiap liter tarolah pertalat. Kalau Pertalite harga pasar Rp12 ribu kemudian sekarang Rp10 ribu maka dia akan memperoleh subsidi sebesar Rp2 ribu per liter. Nah berapa jumlahnya itu saya kira bisa dihitung. Tetapi itu lebih tepat sasaran tadi,” ujarnya.
Fahmy juga menilai, selain akan tepat sasaran, adanya skema perubahan penyaluran subsidi energi menjadi BLT ini akan menghemat anggaran negara.
“Selain tepat sasaran, dapat menghemat penyaluran subsidi bbm yang tidak tepat sasaran sekitar Rp120 triliun itu tadi,” tuturnya.
Dia mengatakan, anggaran yang dihemat kemungkinan hanya berkisar Rp100 triliun hingga Rp120 triliun, mengingat alokasi belanja subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025 membengkak hingga Rp90 triliun dari outlook 2024.
“Saya kira kalau by target tadi langsung diberikan melalui daftar penerima BLT itu akan lebih tepat sasaran. itu akan menghemat bbm subsidi yang salah sasaran tadi barangkali sekarang Rp120 triliun gitu ya, jadi saya kira lebih tepat. Hanya yang dibutuhkan data yang updating tadi,” ucap Fahmy.
Maka dari itu, Fahmy sangat menanti wacana pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan mengubah skema subsidi energi menjadi subsidi langsung ke orang bukan lagi kepada barang ini untuk segera dieksekusi.
“Kalau benar prabowo akan menggunakan skema itu, saya kira sangat tepat dan perlu dicoba, sambil nanti diperbarui datanya tadi,” tuturnya.
Selain itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira turut menanggapi wacana ini. Dia menilai, rencana perubahan skema subsidi BBM ke BLT ini perlu dikaji kembali. Menurutnya, di satu sisi jika wacana ini dijalankan, maka akan dapat mengurangi impor BBM dan memaksa masyarakat untuk menggunakan transportasi umum sehingga mempercepat transisi energi.
Namun, dia menekankan yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua penerima BLT dan pengguna BBM subsidi merupakan kategori miskin.
“Jika mekanismenya mau diubah, maka BLT perlu menyasar masyarakat rentan miskin dan aspiring middle class juga,” ujar Bhima dalam keterangan tertulisnya kepada Tirto.
Lebih lanjut Bhima mengatakan, mengingat sampai saat ini masyarakat yang sedang menuju kelas menengah mencapai 137,5 juga orang atau hampir 50 persen populasi. Maka dari itu, Bhima memiliki kekhawatiran jika BLT pengganti subsidi BBM hanya untuk masyarakat miskin saja. Hal ini dikarenakan dikhawatirkan masyarakat kelas menengah rentan bisa jatuh miskin akibat penghapusan subsidi BBM, karena sebelumnya tidak masuk kategori miskin.
“Khawatir jika coverage BLT sebagai kompensasi subsidi BBM terbatas, maka akan terjadi pelemahan daya beli yang cukup signifikan, konsumsi rumah tangga bisa tumbuh di bawah 4 persen year on year tahun depan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bhima menyebut rencana pengurangan subsidi BBM dilakukan bertahap dan adanya cash transfer untuk kompensasi sama nominalnya dengan subsidi energi yang diberikan.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Terpilih Prabowo Subianto disebut bakal mengubah skema penyaluran subsidi energi, yakni bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, menjadi bantuan langsung tunai (BLT).
Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Burhanuddin Abdullah menyebut skema subsidi energi diubah menjadi bantuan langsung tunai ke orang, tidak lagi ke barang.
“Kita ingin dengan data yang diperbaiki dan disempurnakan supaya kepada mereka (masyarakat miskin) itu diberikan saja transfer tunai langsung kepada mereka, bukan kepada komoditinya, (tetapi) kepada keluarganya yang berhak untuk menerima,” ujarnya di acara UOB Indonesia Economic Outlook 2025 secara virtual dikutip dari laman Youtube UOB Indonesia.
Burhanuddin menilai skema subsidi saat ini tak tepat sasaran. Sebab, menurutnya masyarakat miskin malah tidak merasakan subsidi listrik dan BBM.
“Tahun lalu saya pergi ke Solo. Saya bertemu pelanggan PLN paling bawah, mereka bayar bulanan paling Rp30 ribu, lampunya hanya satu. Orang-orang miskin, mereka tidak menerima keuntungan dari subsidi BBM, mereka tidak punya sepeda motor. Mereka beli gas, satu melon (LPG 3 kg) untuk 2 minggu,” imbuh Burhanuddin.
Dengan mengubah skema subsidi ke barang menjadi kepada orang bisa, katanya, bisa mengurangi besarnya subsidi energi, yang kemudian dialihkan untuk mengongkosi program lain yang lebih produktif, terutama untuk membantu masyarakat miskin.
“Ini me-leverage pertumbuhan kita melalui pengurangan subsidi tersebut,” ujar Burhanuddin.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Anggun P Situmorang