Menuju konten utama

YLKI: Putusan MA Soal Larangan Sepeda Motor Adalah Kemunduran

YLKI menilai putusa MA yang membatalkan larangan sepeda motor melintas di Jalan Mh Thamrin-Medan Merdaka Barat tidak memperhatikan aspek manajemen transportasi publik.

YLKI: Putusan MA Soal Larangan Sepeda Motor Adalah Kemunduran
Pengendara sepeda motor melintas di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (10/1/2018). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut larangan sepeda motor melintas di Jalan Mh Thamrin-Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Ia menilai putusan MA, yang mengabulkan uji materi ke Pergub DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor di Jakarta, itu memundurkan upaya pemerintah dalam menata transportasi di ibu kota.

"Wajah transportasi di Indonesia tercoreng. Itulah kesimpulan untuk menggambarkan putusan MA terkait sepeda motor," kata Tulus di Jakarta, pada Minggu (14/1/2018) seperti dikutip Antara.

Tulus menuding keputusan MA dalam perkara ini lebih mengedepankan pendekatan populis. Ia menilai Gubernur DKI Anies Baswedab juga menganut ideologi populisme serupa sehingga menganggap aturan pendahulunya itu tidak tepat.

Karena itu, baik putusan MA maupun Anies menilai Pergub DKI itu melanggar prinsip bahwa semua pengguna jalan di ibu kota harus memiliki kesetaraan hak yang sama tanpa diskriminasi.

"Namun, bila menggunakan pertimbangan nalar yang waras, dari sisi manajemen transportasi publik, putusan MA tersebut telah menjungkirbalikkan banyak hal," kata Tulus.

Menurut Tulus, putusan tersebut juga bisa memperburuk nasib angkutan umum di Jakarta. Padahal, saat ini, menurut dia, nasib angkutan umum di ibu kota, “Sudah nyaris sekarat.”

Dia juga mengkritik ada potensi cacat hukum dalam putusan MA yang memperbolehkan kembali kendaraan sepeda motor melintas di Jalan Mh Thamrin dan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

"MA telah memutus suatu perkara tidak menggunakan pisau analisis undang-undang organik, tetapi menggunakan undang-undang lain yang tidak berhubungan," kata Tulus.

Menurut dia, dalam memutus perkara uji materi terhadap Pergub DKI itu, seharusnya MA memakai UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saja. Ia berpendapat tidak semestinya putusan itu juga memakai dasar UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Ia menegaskan substansi Pergub DKI tersebut bukan melarang warga Jakarta bergerak atau melintas di Jalan Thamrin dan Medan Merdeka Barat. Aturan itu, menurut dia, melarang warga di jalanan protokol itu dengan menggunakan sepeda motor.

"Sepeda motor hanya sarana. Untuk bergerak atau melintas di ruas jalan dimaksud bisa menggunakan transportasi yang lain, terutama angkutan umum," kata dia.

Ia mengimbuhkan alasan bahwa larangan sepeda motor tidak adil karena belum ada angkutan umum yang memadai juga tidak tepat. "Senyaman apa pun kendaraan umum, pengguna kendaraan pribadi tidak akan pernah berpindah ke angkutan umum bila tidak dibarengi pengendalian kendaraan pribadi, termasuk sepeda motor," katanya.

Baca juga artikel terkait PELARANGAN SEPEDA MOTOR

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom