tirto.id - Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan bahwa negara wajib memberikan ganti rugi dan pemulihan kepada Agustinus, 25 tahun, warga Sumba Barat, NTT, yang menjadi korban kesalahan prosedur penembakan di kaki kanannya.
Isnur mengatakan bahwa dalam PP No 92 tahun 2015 tentang Ganti Rugi, tertera bahwa dalam korban salah tangkap, penyiksaan, maupun kesalahan prosedur lainnya, negara memiliki kewajiban untuk memberi ganti rugi dan pemulihan yang layak kepada korban.
"Negara wajib memberikan ganti rugi dan lakukan upaya pemulihan yang layak," kata Isnur, kepada wartawan Tirto, Senin (22/10/2018) pagi.
Salah satu lembaga yang dimaksud oleh Isnur adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ia mengatakan bahwa LPSK tak hanya berhak melakukan perlindungan, tapi juga melakukan pemulihan.
"Karena memang ada anggaran pemulihannya," katanya.
Isnur menyarankan untuk pendamping atau advokat yang membela Agustinus agar segera melapor ke Polda setempat maupun ke Mabes Polri.
"Agar ada efek jera ke pelaku," kata Isnur.
Kasus ini bermula ketika ia diduga melakukan pencurian sepeda motor. Agustinus Anamesa alias Engki, 25 tahun, ditangkap sembilan orang polisi pada Kamis malam, 23 Agustus 2018, saat tengah menyaksikan pameran di Waikabubak, Sumba Barat.
Sejumlah polisi yang bergerak atas arahan Kanit Buser Polres Sumba Barat Brigpol Dekris Matta itu, menyeretnya ke kantor polisi.
Di sana ia ditelanjangi dan dipukuli berkali-kali hingga pingsan. Puncaknya adalah penembakan yang diarahkan ke kaki kanannya. Paman Agustinus, Oktavianus Naolan, menyebut timah panas yang dimuntahkan polisi bersarang tepat di bawah dengkul keponakannya.
Hingga saat ini keadaan kaki Agustinus masih mengenaskan. Kaki kanannya membusuk karena tak obati dengan serius. Ini juga akibat tak dapat dana ganti rugi atau kompensasi dari pihak Polres.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Yantina Debora