tirto.id - Kepala Divisi Pembela HAM KontraS Arif Nurfikri menilai dalam kasus yang menimpa Agustinus, warga Sumba Barat, NTT, setidaknya terjadi proses ketidaktelitian dan ketidaktertiban yang dilakukan oleh Polres Sumba Barat, sehingga terjadi kesalahan prosedur penangkapan.
"Ini menunjukkan bahwa ada mekanisme pengawasan administratif yang tidak jelas," kata Arif saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (23/10/2018) siang.
Arif mengambil contoh kasus yang menimpa Yasli pada 2013 silam. Ia salah satu korban salah tangkap kepolisian. Ia ditangkap berdasarkan DPO yang disebar oleh kepolisian, setelah ditangkap dan dilepaskan kembali, ternyata ia ditangkap kembali dengan alasan dan bukti DPO yang sama.
"Ini berarti ada proses administratif yang tidak terkoneksi antar kepolisian. Seperti ditangkap dua kali. Itu salah," kata Arif.
Arif mengkritisi buruknya sistem pengawasan dari pihak kepolisian yang rentan menangkap korban tanpa adanya penyidikan dan penyelidikan terlebih dahulu.
"Sebenarnya manajemen penyidikan dari kepolisian sudah bagus. Tapi banyak sekali proses penindakan yang sering disalahgunakan. Khususnya karena ada beberapa beban, seperti waktu yang terlalu lama dan budget yang minim, jadi asal main cepat saja," kata Arif.
Kasus ini bermula ketika Agustinus Anamesa diduga melakukan pencurian sepeda motor. Agustinus Anamesa alias Engki (25) ditangkap sembilan personel polisi pada Kamis malam, 23 Agustus 2018, saat tengah menyaksikan pameran di Waikabubak, Sumba Barat.
Sejumlah polisi yang bergerak atas arahan Kanit Buser Polres Sumba Barat Brigpol Dekris Matta itu, menyeretnya ke kantor polisi.
Di sana, ia ditelanjangi dan dipukuli berkali-kali hingga pingsan. Puncaknya adalah penembakan yang diarahkan ke kaki kanannya. Paman Agustinus, Oktavianus Naolan, menyebut timah panas yang dimuntahkan polisi bersarang tepat di bawah dengkul keponakannya.
Hingga saat ini, keadaan kaki Agustinus masih mengenaskan. Kaki kanannya membusuk karena tak diobati dengan serius. Ini juga akibat tak dapat dana ganti rugi atau kompensasi dari pihak Polres.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri