tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly membantah ingin meloloskan napi koruptor lewat penerbitan Permenkumham 10 tahun 2020 tentang pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan penanggulangan COVID-19.
“Saya disebut mau meloloskan napi narkoba dan kasus korupsi. Seperti sudah beredar beberapa waktu lalu di media massa. Itu tidak benar,” tutur Menkumham Yasonna Laoly dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/4/2020).
Yasonna mengatakan, Permenkumham 10/2020 dikeluarkan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Selain itu, napi yang diperbolehkan untuk keluar harus dengan syarat menjalani masa 2/3 pidana dan anak yang sudah menjalani 1/2 masa pidana.
Yasonna pun mengklarifikasi bahwa napi yang termasuk dalam PP 99 tahun 2012 tidak memenuhi kriteria bebas Permenkumham 10/2020. PP 99 tahun 2012 mengatur pembebasan bersyarat terhadap narapidana tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat.
Namun, bila pada napi pidana khusus diperkirakan akan dikeluarkan untuk menanggulangi COVID-19 di Lapas-Rutan. Permenkumham 10/2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tidak boleh menabrak peraturan PP 99/2012.
Kemenkumham mencatat, data dari Ditjen PAS, bahwa narapidana kasus narkotika masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani dua pertiga masa pidananya sekitar 15.482 orang. Narapidana tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas, yang telah menjalani pidana dua pertiga masa pidana sebanyak 300 orang.
Kemudian narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah, yang telah menjalani dua pertiga pidana banyak sebanyak 1.457. Lalu narapidana asing sebanyak 53 orang.
Kemenkumham menginformasikan bahwa kapasitas di Lapas 130 ribu sementara jumlah penghuni di Lapas sebelum Permenkumham dan Kepmen 2020 sejumlah 260 ribu. Setelah ada Permenkumham dan Kepmen 2020, Lapas masih dihuni 230 ribu orang (over kapasitas 100 ribu).
Kemudian, publik perlu mengetahui jika Pemerintah ingin mengurangi over kapasitas di Lapas memang dimungkinkan dengan revisi PP 99/2012. Namun dengan kriteria syarat begitu ketat.
Yasonna mencontohkan, napi kasus narkotika yang masa tahanan 5-10 tahun, yang sudah menjalani dua pertiga masa tahanan (umumnya bandar narkoba dihukum di atas 10 tahun). Oleh karena itu, napi narkoba tidak mudah mendapatkan bebas.
Sementara itu napi kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan juga direncanakan untuk mendapat keringanan. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan kemanusiaan usia di atas 60 tahun dengan alasan daya imun tubuh lemah.
Yasonna pun menekankan kalau mereka belum membahas substansi untuk merevisi PP 99/2012. Hal tersebut baru usulan dan bisa saja Presiden tidak setuju.
“Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas,” jelas Menkumham Yasonna.
Yasonna mengatakan, jumlah napi di Lapas Sukamiskin berusia lanjut ada 90 orang. Setelah dihitung, tidak semua bisa memenuhi syarat untuk bebas.
“Hanya sebanyak 64 orang (6 orang PP 28/2006 dan 58 orang PP 99/2012),” jelasnya.
Dari 64 orang memenuhi syarat 60 tahun dan dua pertiga masa tahanan tersebut, yang menjadi perhatian publik ada pada OC Kaligis dan Jero Wacik.
“Selebihnya, belum bisa dibebaskan karena belum memenuhi syarat 2/3 masa tahanan meskipun sudah berusia lebih 60 tahun,” jelas Menkumham.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri