tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyiapkan rencana pencegahan penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Salah satunya dengan membebaskan sekitar 35 ribu narapidana.
Hingga Rabu (1/4/2020) pukul 11.00 WIB, sudah ada 5.556 warga binaan yang dikeluarkan. Proses pelepasan direncanakan rampung dalam waktu satu pekan.
Situasi lapas dan rutan yang secara umum kelebihan kapasitas jadi pertimbangan utama rencana ini. Menurutnya, seandainya satu orang saja terpapar COVID-19, itu akan sangat membahayakan seluruh penghuni lapas dan rutan, termasuk aparat. "Kami sadar betul dampak lapas yang overkapasitas jika ada yang sampai terpapar," katanya dalam rapat degan Komisi III DPR RI, Rabu (1/4/2020).
Salah satu kelompok yang juga akan dibebaskan adalah narapidana kasus korupsi. Koruptor dapat bebas seandainya ia berusia di atas 60 tahun--dengan kata lain lebih rentan terpapar COVID-19--dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan.
Rencana pembebasan koruptor ini ditanggapi lebih sinis ketimbang rencana pelepasan napi lain. Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur misalnya, menilai alasan kelebihan kapasitas tidak berlaku bagi napi kasus korupsi. Sel mereka berbeda dengan napi lain. Tak ada desak-desakan, bahkan relatif eksklusif.
Mau contoh? kata Isnur: Lihatlah sel terpidana kasus korupsi megaproyek e-KTP Setya Novanto di Lapas Sukamiskin yang dilengkapi banyak fasilitas.
"Napi koruptor di Lapas Sukamiskin itu dapat kamar satu. Mereka di kamar terisolasi, tidak seperti di Rutan Cipinang atau Salemba yang bahkan tidur pun enggak bisa, harus gantian," katanya dalam sebuah diskusi interaktif, Kamis (2/4/2020).
Akal-akalan Yasonna
Yasonna mengatakan untuk dapat membebaskan koruptor dari jeruji besi, ia harus merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Seperti Isnur, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz juga menilai Yasonna tengah memanfaatkan situasi krisis. Dasarnya, usul agar PP 99/2012 direvisi tidak muncul kali ini saja. Yasonna pernah mengusulkan ini pada 2016 lalu. Alasannya, peraturan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Menurut ICW, selama 2015-2019, Yasonna sudah empat kali mengatakan mau merevisi peraturan tersebut.
"Ini kerjaan dan agenda lama yang tertunda. Corona menjadi justifikasi saja," katanya, juga dalam diskusi interaktif.
Salah satu poin inti dari PP 99/2012 adalah aturan remisi bagi terpidana khusus, termasuk koruptor. Koruptor baru dapat remisi seandainya mereka mau bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) membongkar suatu kasus dan membayar lunas denda serta uang pengganti.
Donal mengatakan PP 99/2012 adalah aturan yang cukup progresif. Memperlemah regulasi ini sama dengan tidak mendukung pemberantasan korupsi.
Donal juga menegaskan pembebasan napi korupsi tidak relevan dengan tujuan besar menghambat penyebaran COVID-19 di lapas/rutan karena angkanya sangat kecil dibanding kejahatan lain. Merujuk data Kemenkumham tahun 2018, dari 248.690 narapidana, yang tersangkut korupsi 'hanya' 4.552 atau sekitar 1,8 persen.
Atas semua alasan ini ia ngin Presiden Joko Widodo tidak menyetujui usulan Yasonna. "Kami mendesak Presiden Jokowi dan Menkopolhukam Mahfud MD untuk menolak revisi PP 99/2012," katanya menegaskan.
Respons KPK
Sebagai instansi yang bertugas menjebloskan koruptor ke hotel prodeo, apa respons KPK atas rencana ini? Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri meminta Yasonna terlebih dulu membuka narapidana kasus apa yang menempati sel sesak. Napi seperti itulah yang diprioritaskan bebas.
Sementara terkait revisi PP, Ali bilang posisi KPK adalah mendukung, tapi hanya jika maksudnya adalah memberikan kemudahan remisi bagi napi kasus narkoba.
"KPK berharap jika dilakukan revisi, PP tersebut tidak memberikan kemudahan bagi para napi koruptor, mengingat dampak dan bahaya dari korupsi sangat merugikan negara dan masyarakat," katanya kepada reporter Tirto, Rabu.
Sementara Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron justru merespons positif rencana Yasonna.
"Bagaimanapun kita tetap harus mempertimbangkan nilai kemanusiaan," katanya kepada reporter Tirto, mendukung pembebasan napi korupsi. Sementara terkait revisi, ia menegaskan itu dapat dilakukan tanpa "mengabaikan keadilan bagi warga binaan."
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino