tirto.id - Setya Novanto tak berhenti membuat sensasi. Bekas Ketua DPR RI cum politikus Golkar itu baru-baru ini ketahuan pelesiran ke toko bangunan dengan cara, kata Direktur Pembinaan Napi dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pas Kemenkumham Yunaedi, mengelabui para penjaga.
Sebelumnya dia juga ketahuan menempati sel yang bukan miliknya saat didatangi wartawan senior Najwa Shihab. Sel aslinya lebih mewah.
Karena kasus terakhir, Novanto akhirnya dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Jawa Barat Liberti Sitinjak mengatakan ini dilakukan agar Novanto "kapok."
Kementerian Hukum dan HAM merespons ini dengan mengatakan bahwa mereka sebetulnya sedang mempersiapkan lapas khusus narapidana koruptor. Harapannya tak ada lagi 'Setya Novanto-Setya Novanto lain'.
Saat ini, kata Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto di Kantor Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Jakarta, Senin (17/6/2019), rencana ini masih dibicarakan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ade bilang lapas khusus ini akan akan berbeda dengan Lapas Sukamiskin. Dia juga berjanji SDM yang ditugaskan berintegritas tinggi. Nantinya, para koruptor akan dikategorikan berdasarkan tingkat pengamanan.
"Mana napi koruptor yang cocok ditempatkan di lapas tipikor dengan pengamanan tinggi, pengamanan menengah, dan mininum," jelas Ade.
Sementara Menkopolhukam Wiranto mengatakan lapas ini akan ada di salah satu pulau tak berpenghuni--saat ini ada enam ribu pulau yang masuk dalam kategori itu. Wiranto bilang lapas ini nantinya juga akan dipakai untuk napi narkoba dan terorisme.
"Kalau di pulau, kan, enggak bisa cuti, enggak bisa ngelayap. Masak mau berenang, kan enggak bisa. Sudah ada pikiran ke sana," kata Wiranto di kantornya.
Tidak Butuh?
Rencana ini dikritik peneliti dari Institute Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu. Menurutnya tak ada gunanya lapas khusus seperti itu, apalagi jika nanti pengelolaannya mirip seperti Lapas Sukamiskin.
"Saya enggak sepakat lapas khusus korupsi, sih," kata Erasmus kepada reporter Tirto, Senin (17/6/2019).
Lapas Sukamiskin memang kerap disorot. Selain sel palsu Novanto, di sana ditemukan pula sel mewah yang hanya bisa ditempati mereka yang bisa bayar. Napi korupsi Fahmi Darmawansyah, suami aktris Inneke Koesherawati, mengatakan dia harus membayar duit sampai Rp700 juta untuk menempati sel spesial itu.
Menurut Erasmus, dia tidak sepakat dengan format lapas khusus karena para petugas lapas akan lebih sulit dan tergiur saat menangani orang-orang yang terjerat kasus korupsi, yang notabene "high profile"--merujuk pada jaringan dan penguasaan sumber daya yang mereka miliki. Mengurusi orang jenis inilah yang membuka peluang petugas kongkalikong seperti dalam kasus-kasus yang disebutkan di atas meski, misalnya, pemerintah berjanji menempatkan orang-orang berintegritas di sana.
Lapas khusus koruptor juga dianggap tidak tepat karena bukan itu masalah utama lapas di Indonesia. Bagi Erasmus, masalah utama saat ini adalah overcrowded, yaitu ketika kapasitas lapas jauh di bawah jumlah yang dipenjara.
"Beresin dulu overcrowded. Baru bangun lapas aneh-aneh," kata Erasmus.
Hal serupa pernah disampaikan aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, tahun lalu. Ia bilang, yang terjadi adalah lapas khusus koruptor lebih bagus atau setidak-tidaknya lebih nyaman ketimbang lapas biasa. "Muncul persepsi negatif: sepanjang ada uang, apa saja bisa disediakan di penjara," katanya, mengutip Antara.
Ia lantas menganjurkan agar para koruptor itu dipenjara di tempat yang sama dengan pelaku kejahatan lain. "Agar efek jeranya semakin kuat."
Sementara Peneliti dari Masyarakat Pemantau Peradilan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI), Aradila Caesar, pernah mengatakan yang pertama-tama perlu dilakukan adalah memperkuat pengawasan. Tanpa itu, dilabeli apa pun suatu lapas, hal serupa akan terus terulang.
"Dipindah di mana pun [napi korupsi] kalau sistem pengawasannya longgar akan terus terjadi kasus-kasus serupa," kata Arad.
Ade Kusmanto menegaskan bahwa sebenarnya tak tepat menyebut Lapas Sukamiskin sebagai lapas khusus koruptor. "Hanya dalam praktiknya, dititipi napi-napi kasus tipikor," kata Ade. "Itu lapas umum."
Meski begitu Ade membenarkan kalau dengan dihuni orang-orang yang punya latar belakang sosial yang tinggi, punya jejaring plus sumber daya, personel yang bertugas di Lapas Sukamiskin sangat mungkin tergoda. Namun perkara ini, menurut Ade, tengah dibenahi pelan-pelan.
"Solusinya sudah dilaksanakan. Saat ini di Lapas Sukamiskin sudah dilakukan pembenahan."
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino