tirto.id - Tindakan pengelola parkir di mal-mal Lippo yang menerapkan kewajiban pembayaran dengan aplikasi OVO dianggap menyalahi aturan soal perlindungan konsumen hingga potensi pelanggaran soal persaingan usaha. Praktik semacam ini masuk kategori melanggar hak-hak konsumen seperti tak boleh diskriminatif, berhak soal kenyamanan, hingga hak untuk memilih barang atau jasa.
“Tindakan memaksa pengunjung atau konsumen untuk menggunakan hanya satu alternatif pembayaran merupakan tindakan melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” kata Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno kepada Tirto, Kamis (8/2).
Pernyataan Teguh Juwarno tak meleset. Ketua Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsih menjelaskan hubungan antara pengguna parkir dengan pengelola parkir mal merupakan hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha. Dalam konteks itu setiap konsumen berhak mendapatkan kenyamanan dan memilih mekanisme transaksi pembayaran.
“Sekarang ini kan transaksi boleh pakai apa pun, [kalau cuma pakai OVO] ini berarti memaksa kita memiliki aplikasi dia,” ujarnya.
Hak konsumen mendapat kenyamanan dan memilih diatur dalam Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 4 poin a undang-undang tersebut menyatakan: “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.” Selanjutnya Pasal 4 poin b Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan: hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
“Dari sisi konsumen pelanggarannya adalah tidak ada hak pilih,” ujar Sularsih.
Pada poin g juga diatur bahwa konsumen hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Pada kasus parkir dengan kewajiban dengan sistem pembayaran OVO maka konsumen yang ingin membayar di luar aplikasi OVO seolah telah mengalami diskriminasi.
Praktik pada kasus kewajiban penggunaan platform OVO juga bisa menyerempet pada tindakan monopoli. Berpotensi
melanggar Undang-Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tindakan ini mirip dengan keharusan pengguna jalan tol yang hanya dibolehkan menggunakan e-money dari Bank Mandiri yang akhirnya dibatalkan.
“Kalau ini terjadi berarti ada persaingan tidak sehat praktik monopoli,” katanya.
Sularsih berharap KPPU mengawasi praktik pembayaran parkir di mal-mal Lippo. “Dia (KPPU) harus melihat apakah itu merupakan kartel atau persekongkolan. Kita harus lihat dulu. Yang lihat nanti KPPU,” ujarnya.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan bila benar pelaku usaha hanya membolehkan pengguna lahan parkirnya membayar dengan aplikasi OVO maka hal itu bisa dikategorikan sebagai bentuk diskriminasi terhadap pelaku usaha lain.
Namun Syarkawi menyatakan pihaknya mesti mendalami persoalan ini lebih dahulu sebelum mengambil tindakan. “Kalau melanggar jelas sanksinya berupa denda atau sanksi lain. Tapi jangan berandai-andai dulu. Kami akan lihat faktanya seperti apa,” katanya.
Tirto melakukan reportase pembayaran sistem parkir di sejumlah mal milik Lippo Lippo Mall Kemang, Pejaten Village, dan Plaza Semanggi pada Sabtu (3/2) pekan lalu. Di pintu masuk parkir Lippo Mall Kemang terpampang pengumuman yang menyatakan sejak 18 Januari 2018 setiap mobil wajib bayar parkir menggunakan OVO. Pengumuman serupa juga terdapat di beberapa tempat yang ada di dalam dan luar mal.
Pengelola parkir memberikan iming-iming tarif Rp1.000 bagi pengguna OVO. Seorang petugas parkir yang ada di Lippo Mall Kemang menjelaskan bagi pengunjung yang belum mengunduh aplikasi OVO terpaksa melakukan transaksi tunai dengan cara yang lebih rumit lantaran tidak dilakukan di gerbang keluar melainkan di pos Parking Payment Station (PPS) yang ada di dalam mal.
Di sana petugas akan memindai barcode di karcis parkir pengunjung. Sekali transaksi pengunjung dikenai ongkos Rp1.000. Bagi mereka yang tidak sempat bayar di pos PPS tetapi kadung ada di pintu parkir, maka pembayaran dilakukan seperti biasa dengan tarif normal.
Seorang petugas di pos PPS menyebut tarif Rp1000 untuk pengguna OVO dan mereka yang membayar parkir di pos PPS berlaku hingga 28 Februari. Mekanisme ini akan tetap dipertahankan sampai kira-kira informasi ketentuan menggunakan OVO diketahui banyak orang.
Di Pejaten Village aturan membayar parkir dengan menggunakan aplikasi OVO tidak hanya berlaku untuk pengendara mobil, tapi juga motor. Di mal ini tidak ada opsi untuk bayar tunai sama sekali. Sehingga pengendara yang sudah telanjur berada di gerbang keluar tapi ternyata tidak punya OVO terpaksa harus balik kanan mencari pos PPS. Dampak lainnya bisa membuat antrean kendaraan di pos PPS.
Selain pengunjung yang mengeluh, petugas parkir malah merasakan yang sama. Salah satu dari mereka bahkan merekomendasikan untuk menyampaikan keluhan ke customer service grup Lippo dan meminta agar sistem pembayaran parkir dikembalikan seperti semula.
Sementara itu, di Plaza Semanggi, di mal berlantai enam tersebut sistem pembayaran menggunakan OVO belum diterapkan pada biaya parkir. Papan pemberitahuan soal penerapan OVO sudah terpasang di beberapa tempat.
OVO adalah salah satu produk aplikasi finansial milik grup Lippo yang diluncurkan pada akhir 2016. Dalam menyelenggarakan program baru ini mereka bekerja sama dengan Sky Parking, perusahaan pengelola parkir di mal milik Grup Lippo.
Dalam sebuah tayangan video, pada Oktober 2017, OVO menggelar promo biaya parkir Rp1 di mal-mal Lippo, juga memberikan cashback belanja 30 persen pada setiap merchant OVO di mal-mal Lippo.
"Ini berlaku di 17 mal di Jawa dan Sumatera, selanjutnya nanti akan berlaku di 62 mal Lippo Mall di seluruh Indonesia," kata Direktur Eksekutif Lippo Mall Eddy Mumin.
Mal-mal tersebut berada di bawah kendali Lippo Malls sebagai unit usaha dari PT Lippo Karawaci Tbk.
Hingga berita diturunkan upaya Tirto mencoba menghubungi via Lippo melalui sambungan telpon dan pesan singkat ke kepada Head Of Corporate Communication Lippo Karawaci Tbk Danang Kamayan Jati, tapi belum mendapat tanggapan.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar