tirto.id - Semenjak adanya keterbukaan investasi di bisnis bioskop, bisnis pemutaran film layar lebar semakin semarak. Beberapa pemain baru bermunculan, CINEMA 21 tak lagi melenggang sendiri sebagai pemain skala nasional. Namun, eksistensi CINEMA 21 sejak 1987 hingga hari ini memang masih dominan. Persepsi orang pada bioskop memang masih melekat pada CINEMA 21 atau XXI.
Rusna Fajriah, 27 tahun, seorang karyawati yang berdomisili di Jakarta Selatan, termasuk yang ganderung dengan Bioskop 21 daripada yang lain.
"Saya pilih 21. Cinemaxx sih enak juga, bisa dipesan via Gojek (Aplikasi). Tapi nggak tahu kenapa, kalau nonton bioskop mindsetnya pasti ke Bioskop 21," kata Rusna kepada Tirto.
Cerita yang sama juga dirasakan Ruby, 21 tahun, seorang mahasiswa yang berdomisili di Tangerang Selatan. Ia mengaku bila ingin menonton film Korea, cenderung lebih memilih jaringan bioskop CGV. Namun, bila ingin menatap layar film box office dengan fasilitas VIP, pilihannya jatuh pada Cinemaxx Gold.
"Kalau reguler bareng teman-teman seringnya ke XXI," kata Ruby.
Posisi jaringan CINEMA 21 sebagai pemain lama memang tak mudah digantikan oleh para pendatang baru. Berdasarkan riset Tirto, jumlah pasar bioskop saat ini memang masih didominasi oleh PT Nusantara Sejahtera Raya, pemilik jaringan CINEMA 21. Mereka sedikitnya memiliki 248 bioskop yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia, sekaligus menempatkan CINEMA 21 sebagai penguasa pasar.
Pesaing utamanya adalah CGV Cinemas dan Cinemaxx. Namun, secara jumlah bioskop dan layar, CGV dan Cinemaxx masih kalah jauh. Hingga 8 Januari 2018, jumlah bioskop CGV hanya 42 gerai dan Cinemaxx sebanyak 34 gerai.
Namun, perkembangan CGV Cinemas dan Cinemaxx, suka tidak suka harus diantisipasi oleh si penguasa pasar. Sejak diluncurkan pada 2006 lalu di Mall Paris Van Java (PVJ) Bandung, CGV Cinemas langsung disambut antusias oleh para pecinta film.
Dalam waktu satu tahun sejak meluncur, CGV Cinemas mampu menembus rekor 1 juta penonton di PVJ. Bioskop CGV lainnya yang berlokasi di Mall Grand Indonesia pernah mencetak rekor 10.600 penonton dalam satu hari. Daftar film yang ditawarkan pun memiliki ciri khas dengan menghadirkan film-film Korea, Thailand, dan film indie.
Kompetitor lain yang perlu sangat diperhitungkan oleh CINEMA 21 adalah Cinemaxx. Mereka memiliki target dan ambisi yang serius dalam industri pemutaran film layar lebar.
Cinemaxx memang cukup ekspansif untuk merebut pasar dengan target memiliki 2.000 layar dan 300 bioskop yang tersebar di 85 kota dalam 10 tahun sejak didirikan pada 2014.
Bila dalam tujuh tahun ke depan target tersebut bisa terwujud, bisa jadi peta bisnis bioskop di Indonesia akan berubah. Namun, itu sangat tergantung dengan strategi Cinemaxx yang merupakan bagian dari bisnis Lippo Group, melalui bendera PT Cinemaxx Global Pasifik.
Nampaknya itu bukan pekerjaan yang sulit bagi Lippo, mereka punya sumber daya yang besar dengan dukungan jaringan mal-mal Lippo yang tersebar di seluruh Indonesia. Lippo sedikitnya punya 68 mal—jumlah yang hampir sama dengan banyaknya mal-mal di Jakarta—tersebar di 34 kota besar di Indonesia. Mal-mal tersebut berada di bawah kendali Lippo Malls sebagai unit usaha dari PT Lippo Karawaci Tbk.
Di sisi lain, keberadaan bioskop merupakan "nyawa" dari sebuah mal atau pusat perbelanjaan. Mal menjadi pengumpan bagi arus lalu lintas orang untuk datang ke mal. Potensi ini rupanya tak disia-siakan oleh Lippo Group, melalui Cinemaxx.
CINEMA 21 Tergusur di Mal Lippo
Jaringan bioskop CINEMA 21 sejauh ini memang masih di atas angin dari sisi jumlah bioskop. Dalam laman resminya, sampai dengan Agustus 2017, CINEMA 21 memiliki total 959 layar tersebar di 38 kota di 168 lokasi di seluruh Indonesia.
Namun, sejumlah layar dan bioskop milik CINEMA 21 di sejumlah mal milik Lippo perlahan semakin menciut jumlahnya.
Secara bertahap, semua lapak bioskop CINEMA 21 yang habis masa kontraknya di mal milik Lippo akan ditutup dan digantikan dengan bioskop Cinemaxx.
"Dari pihak pengelola mal yang memutuskan tidak diperpanjang lagi (kontrak) untuk bioskop CINEMA 21," kata Corporate Secretary CINEMA 21, Catherine Keng kepada Tirto.
Sejak beberapa tahun terakhir, ekspansi Cinemaxx di mal-mal milik Lippo kian gencar. Misalnya saja, pada akhir 2014 mereka membuka bioskop di Lippo Plaza Manado, lalu disusul di tahun berikutnya di Lippo Mall Kuta, Lippo Plaza Medan, Lippo Mal Cikarang, Lippo Plaza Batu, dan lain-lain.
Keberadaan Cinemaxx di mal-mal Lippo secara langsung membatasi ruang gerak ekspansi bisnis CINEMA 21 yang selama ini mengandalkan penyewaan ruang di mal-mal.
Sedikitnya, sekitar 100 layar CINEMA 21 akan digulung atau ditutup hingga 2019, sebagian sudah terjadi sejak 2016. Sebanyak 100 layar tersebut sebagian besar memang yang berada mal milik Lippo, sebagian lainnya berada di lokasi lain yang hitungan bisnis sudah tidak lagi menarik. Namun, CINEMA 21 tetap akan menambah layar dari lokasi-lokasi yang baru di 2018."Sepanjang tahun ini kami akan menambah 125-150 layar di kota-kota di luar Pulau Jawa. Yang terbaru adalah Mal Kartini XXI Lampung, baru Jumat lalu (diresmikan)," kata Catherine.
Depok Town Square dan Cibubur Junction contoh dua mal milik Lippo yang lapak bioskopnya sudah berganti baju dari CINEMA 21 menjadi Cinemaxx. Sampai saat ini, masih ada 12 jaringan bioskop milik CINEMA 21 yang masih berada di mal-mal milik Lippo, menunggu masa kontrak habis.
"Cinemaxx dan Lippo Malls memiliki perjanjian kerja sama dan kami adalah penyewa pilihan. Di mal (milik Lippo) yang sudah memiliki penyewa bioskop, kami bermaksud mengganti incumbent setelah masa sewa mereka berakhir, walaupun penentuannya dilakukan berdasarkan kasus per kasus. Sampai saat ini, kami telah mengganti penyewa sebelumnya di 7 mal (milik Lippo)," jelas Tim Public Relation Cinemaxx dalam keterangan via surel kepada Tirto.
Cinemaxx juga menargetkan untuk menambah 150 layar bioskop sepanjang tahun ini. Layar-layar tersebut nantinya akan tersebar ke sejumlah lokasi bioskop baru mereka. Kesempatan Cinemaxx bisa menggeser lokasi CINEMA 21 tentu menjadi kekuatan mereka, belum lagi dengan hadirnya mal-mal Lippo yang baru.
Target 2.000 layar Cinemaxx sangat mungkin bisa tercapai. Namun, CINEMA 21 sebagai pemain kawakan yang sudah memiliki jaringan lama dengan studio-studio film di Amerika Serikat, tentu tak mudah dikangkangi. Lippo Group pun sebagai pemilik Cinemaxx akan membuktikan kekuatannya di bisnis bioskop.
Penulis: Dano Akbar M Daeng
Editor: Suhendra