tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Pilpres 2019 berpeluang terjadi kericuhan akibat hoaks.
Penegak hukum, kata dia, harus bertindak tegas terhadap penyebar hoaks. Ia menilai, penyebar hoaks sama dengan terorisme, karena menyebarkan meneror psikologis masyarakat.
"Karena menimbulkan ketakutan. Terorisme itu kan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak ke TPS, itu sudah terorisme. Maka tentu kita gunakan UU Terorisme. Tadi saya sudah minta agar aparat keamanan waspada ini," ucap dia ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Mantan Panglima ABRI juga menyampaikan, kementerian koordinator yang dipimpinnya, punya target untuk menjamin pelaksanaan pemilu aman dan lancar.
Jika ada pihak-pihak yang masih ingin mengacaukannya, maka ia tidak akan sungkan meminta proses pidana dilakukan.
"Jadi saya justru mengutuk, katakanlah orang-orang yang ingin mengacaukan proses demokrasi milik kita, kebanggaan bangsa kok kacau. Kadang saya geram juga," ungkap dia.
Wiranto mengakui dengan jajaran terkait juga telah mewaspadai daerah dengan indeks kerawanan. Salah satu fokus pengmanan di Papua.
"Papua itu kan sebenarnya sejak dulu memang rawan, karena dia menganut sistem yang berbeda. Sehingga kita sekarang betul-betul memberi perhatian khusus ke sana agar semua wilayah kita itu dapat kita jamin, pemilu dapat dilaksanakan dengan baik," kata dia.
Aparat kepolisian telah memetakan modus hoaks. Di antaranya, berita bohon disebar melalui akun media sosial anonim, sehingga tak diketahui identitas penyebar.
Sepanjang 2018, Direktorat Siber Mabes Polri menemukan 83 kasus penyebaran hoaks. Kasus yang paling banyak terjadi di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali