Menuju konten utama

Wasekjen PPP Sayangkan Putusan MK Soal Penghayat Kepercayaan

Awiek beralasan, putusan MK yang memperbolehkan penghayat kepercayaan menuliskan aliran mereka di kolom agama KTP bisa berakibat konflik horizontal.

Wasekjen PPP Sayangkan Putusan MK Soal Penghayat Kepercayaan
Empat orang saksi mengucapkan sumpah dan janji di hadapan majelis hakim konstitusi pada sidang lanjutan uji UU Adminduk di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/1). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PPP, Ahmad Baidowi atau Awiek menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi sejumlah pasal dalam UU Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).

Awiek beralasan, putusan MK yang memperbolehkan penghayat kepercayaan menuliskan aliran mereka di kolom agama e-KTP bisa berakibat konflik horizontal di masyarakat.

“Bisa jadi karena warga kita di bawah belum siap berbeda,” kata Awiek kepada Tirto, Rabu (8/11/2017).

Politikus PPP ini juga menganggap dengan diizinkannya aliran kepercayaan ditulis di kolom agama KTP berpeluang untuk menjadi alasan bagi pemeluk agama lainnya tidak menjalankan ritual peribadatan mereka.

"Kan bisa saja mereka beralasan, misalnya yang Islam tidak salat atau yang Kristen tidak ke gereja dengan mengaku sebagai aliran kepercayaan," kata Awiek.

Selain itu, kata dia, hal ini juga bisa menjadi alat terselubung bagi paham-paham yang dilarang di negeri ini untuk berkembang dengan berdalih aliran kepercayaan.

"Jangan sampai paham-paham agama atau paham lain yang dilarang dimasukkan dalam aliran kepercayaan. Bisa jadi misalnya paham komunis agar enggak terdeteksi ditulis aliran kepercayaan," kata Awiek.

Untuk itu, sebagai langkah preventif, ia mengimbau kepada Kemenag dan Kemendagri untuk konsekuen dalam melakukan pendataan ulang para penghayat kepercayaan agar tidak tersusupi agama dan paham lainnya yang terlarang.

Meski begitu, Awiek mengaku tak bisa menolak putusan MK tersebut. Sebab menurutnya sebagai warga negara harus mematuhi amanat konstitusi.

"Tapi apa boleh buat karena itu keputusan MK yang final dan mengikat maka harus dilaksanakan meskipun kami kecewa," kata Awiek.

Sebagai catatan, Selasa (7/11/2017) Hakim MK Arif Hidayat menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai termasuk "kepercayaan". Hal serupa juga berlaku untuk Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) yang dinilai MK tak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca juga artikel terkait KOLOM AGAMA atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz