Menuju konten utama

Warga Japos Tangsel Tolak Perubahan Fungsi Lahan

Lahan di wilayah Japos Graha Lestari merupakan area fasilitas sosial dan fasilitas umum yang menjadi aset Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang akan difungsikan sebagai balai pertemuan dan sarana pendidikan. Pemanfaatan lahan oleh individu memicu protes warga yang mendesak agar pemerintah mengembalikan fungsi lahan sesuai rencana semula.

Warga Japos Tangsel Tolak Perubahan Fungsi Lahan
Warga Perumahan Japos Graha Lestari mendesak Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk tidak mengubah peruntukan lahan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) seluas 2.826 m2 yang terletak di wilayah Japos Graha Lestari RW 09, Kelurahan Jurangmangu Barat, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan yang diperuntukan sebagai balai pertemuan dan sarana pendidikan, menjadi lahan perumahan atau ruko/pertokoan, Sabtu (3/9).[foto/Warga Perumahan Japos Graha Lestari]

tirto.id - Merujuk pada site plan S.K No 593.82/SL.183.S/AGR DA/94-84, posisi tanah seluas 2.826 m2 yang terletak di wilayah Japos Graha Lestari RW 09, Kelurahan Jurangmangu Barat, Kecamatan Pondok Aren merupakan area fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) yang menjadi aset Pemerintah Kota Tengerang Selatan.

Sebagai lahan fasos dan fasum, pemanfaatan area tersebut tidak dapat dikelola oleh individu sebab diperuntukan bagi warga Japos Graha Lestari. Namun, Ketua Forum Warga Japos Dalimun Hadi Wijaya mengungkapkan, saat ini tanah fasos fasum tersebut diambil sepihak bahkan sudah mulai digarap oleh pihak tertentu.

"Saat ini ada pihak yang mengaku telah memiliki sertifikat atas sebagaian lahan Fasos Fasum tersebut bernama H Abdullah yang telah melakukan kegiatan berupa pematokan tanah, serta perusakan tanaman milik warga yang berada di lahan fasos fasum tanpa ijin kepada masayarakat di lingkungan sekitar," ujar Dalimun, Sabtu (3/9/2016).

Karenanya, warga Perumahan Japos Graha Lestari pun mendesak Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk tidak mengubah penyediaan lahan fasos dan fasum yang telah dialokasikan sebagai balai pertemuan dan sarana pendidikan tersebut, menjadi lahan perumahan atau ruko/pertokoan.

Dalam keterangan pers yang dikeluarkan Forum Warga Japos, Minggu (4/9/2016), diungkapkan bahwa pangkal masalah bermula ketika lahan yang di awal pembangunan Perumahan Japos untuk fasos fasum, tiba-tiba dinyatakan bahwa luas lahan yang mencapai 2.826 m2 belum dapat diindentifikasi peruntukannya.

Keputusan tersebut diambil merujuk pada SHGB No04025 tahun 2010 yang menyatakan area tersebut sebagai lahan efektif dan siteplan perumahan tahun 1990 No IMB 613.3/911-PERK/1990 menyatakan sebagai lahan dengan peruntukan pertokoan.

Terkait sengketa ini, warga sendiri sudah melaporkan dan melayangkan surat keberatan kepada sejumlah pihak antara lain: Walikota Tangerang Selatan, Kepala Bidang Tata Kota Tangerang Selatan, Kepala Bidang Aset Tangerang Selatan, Kepala Bidang BP2T Tangerang Selatan, Kepala BPN Tangerang Selatan, Gubernur Banten Rano Karno, dan Kementerian Agraria ATR.

Warga menilai, surat keberatan yang diajukan tidak mendapat respons yang baik. Buktinya, sudah seminggu dilaporkan, tidak ada kejelasan atau jawaban resmi dari pihak pemerintah. Dalimun mengatakan, warga resah dan protes keras atas tindakan pematokan lahan. Untuk itu, warga berharap segera menyelesaikan permasalahan ini dan mengembalikan fungsi fasos fasum sesuai site plan awal.

"Pemerintah Kota Tangerang jangan diam saja, tanah fasos dan fasum merupakan hak warga dan peruntukannya untuk warga, jangan sampai ada oknum yang malah menjualbelikan. Warga curiga ada oknum yang bermain sehingga peruntukan tanah fasos dan fasum itu berubah, buktinya ada sertifikat atas nama H Abdullah di tanah tersebut," tegasnya.

Ia menegaskan, sebagai bukti penolakan alih fungsi fasos fasum, dalam surat keberatan warga dilampirkan daftar warga yang keberatan berubahnya status fasos fasum menjadi lahan komersil.

"Ada 151 warga yang sudah memberi tanda tangan penolakan atau keberatan, dan bukan tidak mungkin dukungan warga yang menolak juga akan makin banyak, warga kompak," katanya.

Pengamat Kebijakan Publik dan Tata Kota Agus Pambagio saat dihubungi menilai langkah warga melakukan protes sudah tepat. Perubahan peruntukan fasilitas fasos fasum milik warga di Tengerang Selatan memang kasus yang sering berulang. Hal ini terjadi karena Pemkot seringkali berdalih tidak punya anggaran atau adanya praktik permainan pejabat hingga mengubah lahan fasos fasum milik warga.

"Kasus seperti sering terjadi, apalagi di Tangerang Selatan. Biasanya memang terjadi transaksi jika ada pengalihan lahan jadi daerah komersil," tegas Agus.

Menurut Agus, warga berhak melakukan protes ke pemerintah karena sudah diatur oleh undang-undang. "Warga sangat bisa protes, protes saja aturannya jelas, yang dilanggar dimana, sampaikan saja. Diajukan tuntutan juga sangat bisa," ujar dia.

Jika sudah berubah fungsi dan kemudian ada sertifikat IMB yang keluar, sebenarnya BPN bisa untuk menahan supaya tidak ada kegiatan di tanah fasos fasum itu. Namun, lagi-lagi, pemda atau Pemkot, seringkali berdalih tidak punya anggaran untuk membangun sarana fasos fasum di tanah pengembang. Tak heran, di tengah jalan, seringkali berubah fungsi dan warga dirugikan.

"Seringkali pemerintah daerah pemerintah kota ketika lahan fasos fasum diserahkan, justru tidak dibuatkan anggarannya. Dari situ bermula terbit surat pengalihan lahan," tegasnya.

Pengamat Tata Kota Marco Kusuma Wijaya menambahkan, pemerintah kota Tangerang Selatan harus memperhatikan keluhan warga. Jangan sampai hak warga diabaikan dan lahan fasos fasum yang merupakan hak publik berubah fungsi.

"Pemerintah kota Tangerang Selatan harus punya visi kelestarian jangka panjang, dan kecerdasan," kritik Marco.

Warga berharap BPN memblokir sertifikat yang sudah keluar di atas lahan fasos fasum karena patut diduga ada penipuan, pemalsuan, dan telah terjadi perbuatan melawan hukum.

Baca juga artikel terkait PEMBEBASAN LAHAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari