tirto.id - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mendesak percepatan pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), mengingat backlog perumahan yang disebabkan oleh kesenjangan pasokan dan kebutuhan rumah di Indonesia masih cukup tinggi.
“Backlog atau kekurangan pasokan rumah saat ini masih cukup tinggi yaitu diperkirakan sebesar 11,04 juta unit. Dengan demikian, pembangunan perumahan MBR ini menjadi semakin mendesak untuk dipercepat pelaksanaannya,” kata Wapres Ma’ruf saat membuka Seminar dan Sarasehan Nasional Himpunan Pengembang Nusantara secara daring dari Jakarta, Sabtu (21/11/2020).
Backlog menjadi salah satu indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia, seperti tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJMN). Untuk memenuhi kebutuhan rumah, pemerintah membuat program Satu Juta Rumah yang sebagian besar di antaranya ditujukan untuk MBR.
“Sejak diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2015, program Satu Juta Rumah telah terealisasi sebanyak 4,8 juta unit pada 2019, dan lebih dari 70 persen dari jumlah tersebut dinikmati oleh golongan masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR,” kata Wapres.
Meskipun jumlah rumah tersebut bertambah, angka tersebut masih belum dapat menghilangkan backlog perumahan di Indonesia.
Oleh karena itu, untuk mendukung penyediaan rumah bagi MBR, pemerintah menyediakan berbagai skema bantuan pembiayaan, antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Bantuan Pembiayaan Perumahaan Berbasis Tabungan (BP2BT).
“Selain keempat skema tersebut, terdapat juga alokasi belanja K/L di Kementerian PUPR untuk membangun fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos), sehingga harga rumah yang dibayar oleh MBR tidak meningkat untuk membiayai fasum dan fasos,” katanya.
Dari berbagai skema bantuan pembiayaan tersebut, Wapres mengatakan hanya FLPP yang telah menunjukkan realisasi baik yakni di atas 80 persen atau Rp8,9 triliun dari total anggaran Rp11 triliun.
Sementara skema pembiayaan yang capaiannya masih rendah ialah SSB (realisasi Rp788 miliar dari Rp4,9 triliun), SBUM (realisasi Rp90 miliar dari Rp1,6 triliun untuk 4 juta penerima), serta BP2BT (realisasi Rp380 miliar dari Rp8,3 triliun).
Untuk 2021, pemerintah juga mengalokasikan pembiayaan untuk perumahan sebesar Rp30 triliun dengan rincian bantuan pembiayaan untuk SBB sebesar Rp5,9 triliun, SBUM sebesar Rp630 miliar, pembiayaan dari K/L sebanyak Rp6,7 triliun, serta FLPP sebesar Rp16,6 triliun untuk 157.500 unit rumah.
“Pemerintah akan terus memberikan dukungan sebagai ikhtiar dalam upaya untuk mengurangi backlog perumahan di masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup rakyat,” katanya.