tirto.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif enggan berkomentar soal putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada akrab disapa Eddy Hiariej itu memilih tak akan berkomentar sebelum putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Kalau putusan belum inkrah maka kita tidak boleh berkomentar. Ya. Itu etikanya begitu ya dan saya tidak akan kasih komentar apa-apa karena putusan itu belum inkrah," kata Eddy di Kemensetneg, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Eddy juga enggan berkomentar secara pribadi karena posisinya saat ini sebagai merupakan pejabat negara. Ia khawatir komentar terhadap putusan yang belum berkekuatan hukum tetap dapat disalahartikan sebagai upaya pejabat mempengaruhi putusan.
"Jadi kita harus saling menghormati sesama lembaga negara ya," kata Eddy.
Eddy pun membiarkan pengadilan menyelesaikan putusan perkara tersebut. Ia baru berkomentar setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa pengadilan itu pada kekuasaan yudikatif perkara ini belum inkrah, Biarkanlah perkara itu berjalan sampai betul-betul dia sudah punya kekuatan hukum tetap baru kita berkomentar," tegas Eddy.
Publik sebelumnya dikagetkan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal ketidaklolosan Partai Prima dalam pendaftaran pemilu 2024 lalu.
Dalam putusan, majelis hakim meyakini KPU selaku tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Majelis hakim memerintahkan KPU tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 elama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.
"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari," bunyi amar putusan.
Pihak Partai Prima mengatakan bahwa putusan pengadilan telah membuktikan bahwa KPU telah menghilangkan hak partai untuk menjadi peserta pemilu.
Ketua Umum DPP Partai Prima Agus Jabo Priyono menerangkan bahwa Partai Prima disebut tidak memenuhi syarat anggota sehingga tidak lolos verifikasi padahal sudah memenuhi syarat.
Mereka pun menuntut keadilan karena gugatan mereka ditolak di PTUN lantaran disebut tidak memiliki legal standing. Di sisi lain, mereka meyakini tahapan pemilu banyak masalah sehingga perlu ditunda. Ia pun berharap putusan bisa diterima semua pihak.
"Kami berharap semua pihak menghormati putusan Pengadilan Negeri tersebut. Kedaulatan berada di tangan rakyat. Ini adalah kemenangan rakyat biasa," jelas Agus.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto