tirto.id - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebut tiga pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tergolong multitafsir.
Ketiga pasal dimaksul adalah 27, 28 dan 29. Pasal 27 mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik; Pasal 28 mengenai penodaan agama (blasphemy); dan Pasal 29 tentang pengancaman.
Eddy menyebut ketiga pasal tersebut tidak memenuhi syarat legalitas norma hukum. Dalam asas legalitas, katanya, dikenal empat hal.
Pertama, tidak ada perbuatan pidana dan tidak ada pidana tanpa undang-undang sebelumnya; kedua, tidak ada perbuatan pidana dan tidak ada pidana tanpa undang-undang tertulis; ketiga, tidak ada perbuatan pidana dan tidak ada pidana tanpa aturan undang-undang yang jelas; dan keempat, tidak ada perbuatan pidana dan tidak ada pidana tanpa undang-undang yang ketat.
Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE tidak memenuhi syarat ketiga dan keempat.
"Sehingga benar yang dikatakan presiden, itu multitafsir," ungkapnya dalam sebuah diskusi di Kota Semarang, Kamis (4/3/2021).
Ia melanjutkan Pasal 154 dan 155 KUHP tentang penghinaan terhadap pemerintah sudah dicabut Mahkamah Konstitusi. Namun ada Pasal 27 UU ITE menerangkan penghinaan yang dilihat dari pencemaran nama baik dan fitnah berdasarkan Pasal 310 dan 311 KUHP.
"Padahal, dalam.KUHP ada enam jenis penghinaan yang diatur dalam Pasal 310 sampai 321. Yang disebutkan di Pasal 27 itu yang mana, kan tidak jelas," ujar Eddy.
Ia juga bilang Pasal 28 UU ITE juga tak memenuhi syarat karena Pasal 154, 155, 156, dan 157 KUHP sudah ada yang dicabut MK.
Menurut dia, memang perlu dirumuskan ulang UU ITE tersebut apakah merupakan masalah implementasi yang bisa diselesaikan melalui pedoman pelaksanaan. "Atau ada pasal karet yang harus diperbaiki melalui revisi," imbuhnya.
Ia menuturkan Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan tentang UU ITE yang disusun dengan semangat untuk menjaga ruang digital Indonesia bersih.
Pemberlakuan UU ITE, lanjut dia, justru menimbulkan keresahan karena muncul saling lapor di masyarakat. "Arahan presiden, kalau menimbulkan ketidakadilan, maka perlu direvisi atau hapus pasal-pasal karet," katanya.
Editor: Zakki Amali