Menuju konten utama

Wall Street Kembali Catat Hari Terburuk Sejak "Black Monday" 1987

Upaya Bank Sentral AS dan Presiden Trump untuk mengatasi dampak Corona gagal meyakinkan pasar.

Wall Street Kembali Catat Hari Terburuk Sejak
Tanda jalan ke pusat kota Manhattan, New York. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Saham-saham di bursa Wall Street kembali mencetak penurunan terburuknya, sejak crash pada Black Monday tahun 1987. Keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga, dan beragam insentif yang dijanjikan pemerintahan Trump, gagal untuk meyakinkan pasar.

Pada perdagangan Senin (16/3/2020), indeks Dow Jones ditutup melemah hingga 2.997,1 poin (12,93%) ke level 20.188,52. Indeks S&P 500 anjok 324,89 poin (11,98%) ke level 2.386,13, Nasdaq melemah 970,28 poin (12,32%) ke level 6.904,59.

Perdagangan juga sempat dihentikan selama 15 menit, sesaat setelah pembukaan setelah S&P 500 anjlok 8%, melebihi batas penurunan 7% yang lantas memicu penghentian sementara. Seperti dilansir dari Reutes, indeks S&P 500 kehilangan kapitalisasi pasarnya hampir 2,69 triliun dalam sehari. Indeks S&P 500 kini berada di titik terendahnya sejak Desember 2018.

Sementara Dow Jones tercatat sudah turun hingga 31,7% dari titik tertingginya. S&P 500 dan Nasdaq 29% lebih rendah dari rekor tertingginya pada bulan lalu.

Penurunan Dow Jones merupakan yang terburuk sejak “Black Monday”. Saat itu, indeks anjlok lebih dari 22%.

Penurunan saham-saham terjadi meski sehari sebelumnya, Bank Sentral AS (The Fed) memangkas tingkat suku bunganya hingga mendekati nol persen. Ini merupakan kebijakan darurat kedua yang diambil The Fed dalam kurun waktu selama dua pekan, untuk merespons gejolak ekonomi akibat merebaknya wabah Corona.

Investor khawatir kebijakan yang dirilis The Fed tak cukup kuat untuk menahan dampak penyebaran Corona yang semakin meluas di AS dan juga dunia.

Saham-saham semakin melemah setelah Presiden AS Donald Trump meminta warganya untuk menghentikan sementara aktivitas sosial selama 15 hari, dan tidak melakukan perkumpulan lebih dari 10 orang. Kebijakan itu diambil sebagai upaya untuk meredam penyebaran virus Corona di AS.

Trump juga menyatakan, wabah itu kemungkinan bisa berlanjut hingga Agustus. Ia menambahkan, AS mungkin sedang bergerak menuju resesi.

“Jika [wabah Corona] bertahan hingga Juli dan Agustus, hal itu berarti kita mungkin memiliki kontraksi [ekonomi] pada kuartal kedua dan ketika, dan itu berarti resesi,” kata Liz Young, analis dari BNY Mellon, seperti dilansir dari CNBC.

Baca juga artikel terkait WALL STREET atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Bisnis
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti