tirto.id - GameStop tadinya hanya sebuah toko retail yang menjual video game, konsol, dan pernak-perniknya. Tidak ada yang istimewa. Toko fisiknya bisa ditemukan di pinggir jalan atau di antara belantara toko-toko di pusat perbelanjaan. Ia juga bisa ditemukan secara online. Nyaris tidak ada yang istimewa.
Layaknya perusahaan lainnya, GameStop juga harus berjuang menghadapi pandemi COVID-19. Toko fisiknya sepi karena anjloknya jumlah pengunjung. Ada secercah harapan dari kenaikan penjualan secara online. Namun perseroan sudah mengumumkan tidak akan meraih laba hingga 2023.
GameStop sedang mengupayakan restrukturisasi perusahaan. Dalam proses itu, kinerjanya tak cemerlang-cemerlang amat. Per kuartal III yang berakhir 31 Oktober 2020, penjualan GameStop turun hingga 30,2% (year-on-year) menjadi $1 miliar. Perseroan juga mencatat kerugian hingga $19 juta, tetapi itu menciut dibandingkan kerugian senilai $83 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Penjualan secara e-commerce memberikan harapan dengan kenaikan 257% (yoy). GameStop menyadari potensi dari transaksi online tersebut. Itulah sebabnya GameStop secara bertahap mengurangi jumlah toko fisik. Hingga kuartal III, GameStop sudah menutup 462 toko retail. Pada tahun sebelumnya, GameStop menutup 321 toko. Perusahaan berniat menutup hingga 1.000 toko ritel per tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2021.
Harga Saham Melonjak
Dengan semua kinerjanya yang biasa-biasa saja, harga saham GameStop pun bergerak datar. Namun, memasuki Januari, secara perlahan-lahan harga saham GameStop naik. Pada 11 Januari 2021 muncul kabar co-founder dan mantan CEO Chewy, Ryan Cohen, bergabung dalam jajaran manajemen GameStop. Cohen sebelumnya juga sudah mulai mengkoleksi saham GameStop sehingga kini menguasai 12,9%. Ini memunculkan spekulasi bahwa perusahaan akan melakukan reorganisasi atau modernisasi di masa depan. Saham GameStop terus naik.
Memasuki pekan terakhir Januari, nama GameStop tiba-tiba riuh rendah dan menjadi trending. Sahamnya yang semula masuk kelompok gurem tiba-tiba melejit dan disejajarkan dengan raksasa-raksasa di Wall Street seperti Tesla, Apple, atau Facebook.
Harga sahamnya melesat tajam. Jika pada 20 Januari hanya $39,12, selanjutnya pada 22 Januari melonjak jadi $65,01, 26 Januari jadi $147,98, dan puncaknya pada 27 Januari menjadi $347,51. Saham GameStop akhirnya melandai ke $193,60 pada 28 Januari.
Saham GameStop menanjak setelah investor miliuner, Chamath Palihapitiya, yang juga CEO Social Capital, pada Selasa (26/1/2021) mengunggah di Twitter bahwa dia telah membeli GameStop dengan call option bahwa harganya akan naik.
Lots of $GME talk soooooo....
— Chamath Palihapitiya (@chamath) January 26, 2021
We bought Feb $115 calls on $GME this morning.
Let’s gooooooo!!!!!!!! https://t.co/XhOKL1fgKNpic.twitter.com/rbcB3Igl15