tirto.id - Saham-saham di bursa Wall Street kembali jatuh, setelah World Health Organization (WHO) menyebut wabah Corona atau COVID-19 sebagai pandemi.
Reuters menyebut, Dow Jones secara resmi masuk ke situasi “bear market” untuk pertama kalinya setelah krisis finansial tahun 2008. “Bear market” merupakan satu kondisi, saat indeks ditutup turun 20% atau lebih, di bawah titik tertingginya yang terbaru. Dow Jones tercatat sudah turun hingga 20,3% berdasarkan capaian intraday-nya.
Pada perdagangan Rabu (11/3/2020), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 1,464,94 poin (5,86%) ke level 23.553,22. Indeks S&P 500 melemah 140,85 poin (4,89%) ke level 2.741,38, dan Nasdaq Composite melemah 392,20 poin (4,7%) ke level 7.952,05.
Mengawali perdagangan awal pekan ini, ketika indeks langsung jatuh, merespons anjloknya harga minyak mentah dunia hingga 30%. Namun, pada Selasa (10/3), indeks sempat rebound karena harapan adanya stimulus berupa penghapusan pajak. Sayangnya, indeks kembali terjatuh setelah pengumuman WHO, yang membuat investor semakin khawatir soal penyebaran dan dampak COVID-19.
🚨 BREAKING 🚨
— World Health Organization (WHO) (@WHO) March 11, 2020
"We have therefore made the assessment that #COVID19 can be characterized as a pandemic"-@DrTedros#coronaviruspic.twitter.com/JqdsM2051A
Saham Boeing menjadi motor utama kejatuhan indeks. Harga saham produsen pesawat ini langsung anjlok hingga 18,2% setelah mengumumkan penarikan pinjaman secara penuh dari fasilitas pinjaman yang tersedia sebesar 13,8 miliar dolar. Saham Boeing mencatat penurunan tiga hari terbesar, melebihi saat kasus serangan 11 September 2011.
Investor kini menantikan stimulus-stimulus untuk penanganan dampak COVID-19 pada perekonomian global. Langkah terbaru Bank Sentral AS dengan menurunkan suku bunganya sejauh ini ternyata belum efektif untuk menggerakkan lagi pasar ke teritori positif.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti