tirto.id - Pelemahan saham-saham di Bursa Wall Street kembali berlanjut. Kebijakan Presiden AS Donald Trump dan juga Bank Sentral AS gagal untuk meredam kekhawatiran investor.
Pada perdagangan Kamis (12/3/2020), indeks Dow Jones ditutup merosot hingga 2.352,60 poin (9,99%) ke level 21.200,62. Indeks S&P 500 anjlok 9,5% menjadi 2.480,64, Nasdaq Composite merosot 9,4% ke level 7.201,80.
Perdagangan sempat dihentikan sementara karena langsung jatuh saat dibuka. Sesuai dengan sistem perdagangan di Wall Street, kejatuhan pasar langsung memicu “circuit breaker” yang lantas menghentikan perdagangan selama sekitar 15 menit. Sistem itu ditujukan untuk menghindari kejatuhan pasar yang berlebihan sehingga merugikan investor.
Pelemahan Dow Jones merupakan yang terburuk sejak kejatuhan pasar pada tahun 1987 yang dikenal sebagai “Black Monday”.
“Virus Corona menakutkan dan orang-orang tidak tahu apa yang diharapkan. Ini seperti tsunami datang. Kita tahu akan terkena pada suatu saat dan tidak ada seorang pun yang tahu akan seperti apa hasilnya,” kata Kathy Entwistle, senior vice president UBS, seperti dilansir dari CNBC.
“Kita sedang menuju resesi global,” kata Mohamed El-Erian, chief economic adviser Allianz, seperti dilansir CNBC. “Setelah apa yang terjadi dalam beberapa hari, kita akan melihat meluasnya penghentian ekonomi secara tiba-tiba,” jelasnya.
Saham-saham tetap berjatuhan meski Bank Sentral AS mengumumkan akan meningkatkan operasional pendanaan overnight menjadi lebih dari 500 miliar dolar pada Kamis. The Fed juga menawarkan repo tambahan sehingga total mencapai 1 triliun dolar pada Jumat. Selain itu, The Fed juga memperluas jenis surat berharga yang akan dibeli dengan devisanya.
Pengumuman itu tidak efektif karena indeks saham justru jatuh ke titik terendahnya. Investor mengharapkan kebijakan yang lebih agresif untuk mendorong perekonomian, melawan dampak penyebaran virus Corona.
Indeks Future di Wall Street sebelumnya langsung terjatuh setelah Presiden Trump mengumumkan larangan penerbangan dari Eropa (kecuali United Kingdom), ke AS. Larangan itu dikeluarkan untuk meredam dampak virus Corona yang secara cepat menyebar di AS.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti