tirto.id - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengaku menghormati Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang melempar wacana evaluasi terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Untuk itu, dia berharap partai politik dan DPR membahas serius wacana evaluasi tersebut.
"Saya kira pandangan beliau ini patut direspons oleh partai-partai politik dan juga teman-teman di DPR serta stakeholder lainnya dalam rangka memperbaiki sistem demokrasi kita untuk sampai betul-betul dipilih cara yang paling sesuai dengan cara demokrasi, Pancasila sebagaimana diamanatkan pada sila ke-4," kata Basarah di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta pada Jumat (8/11/2019).
Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang pernah ada rencana mengembalikan Pilkada ke DPRD. Namun, rencana itu akhirnya batal lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu/ Perpu).
Meski begitu politikus PDIP itu kukuh ide mantan Kapolri itu tetap harus dibahas. Dia menilai apa yang menjadi tesis di masa lalu bisa menjadi antitesis di masa kini.
"Bagaimana bisa mencari sintesis yang baik? Ini saya kira perlu respons dan tanggapan serta diskursus oleh seluruh pihak bukan hanya dari Kemendagri maupun DPR, tapi juga seluruh masyarakat luas perguruan tinggi dan dunia pers memberikan tanggapan," kata dia.
Basarah pun menegaskan ketentuan soal pilkada secara langsung hanya terdapat di undang-undang yang notabene mudah direvisi oleh DPR dan pemerintah. Sementara dasar dari proses politik Indonesia ialah sila ke-4 Pancasila.
"Jadi mana demokrasi yang sesuai dengan sila ke-4 Pancasila itulah perlu dikaji, oleh seluruh stakeholder bangsa ini. Untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan bersama sebelum mengambil langkah yuridis formal mengubah sistem pemilu dari pemilu langsung jadi pemilu sistem perwakilan DPRD," kata Basarah.
Wacana evaluasi Pilkada langsung pertama kali diusulkan Mendagri Tito Karnavian mengingat proses itu sudah 20 tahun berjalan.
Eks Kapolri itu menilai dalam perjalanannya Pilkada langsung memiliki dampak positif dan dampak negatif.
“Banyak manfaatnya partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi,” kata Tito, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/11/2019).
Tito menyatakan, biaya politik yang tinggi menyebabkan kepala daerah rentan melakukan tindak pidana korupsi.
Dia menambahkan untuk menjadi Bupati modalnya bisa mencapai Rp50 miliar. Kemudian, gaji kepala daerah sendiri hanya sekitar Rp100-200 juta per bulan saja. Sehingga tidak menutup pengeluaran sampai menjabat lima tahun.
“Apa benar saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa terus rugi? Saya enggak percaya,” pungkasnya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri